2
Calon Primadona Baru
Arjuna, Micho Sapta, Erwin Yudono, dan Rendy Habib
berkumpul di kursi bawah pohon taman sekolah. Tidak biasanya mereka kumpul
pagi-pagi, biasanya mereka baru kumpul saat jam istirahat atau setelah pulang.
Keempat siswa ganteng yang dikenal dengan sebutan Empat
Pangeran itu, sepakat untuk membuktikan kabar viral satu malam.
Tadi malam, semua guru dan murid SMA Gilang Bangsa yang
memiliki ponsel, mendapat info berantai yang berbunyi “Besok ada primadona baru
pindahan luar negeri”.
Berita viral se-SMA itu menjadi bahasan utama dan serius
bagi Empat Pangeran. Bahkan mereka melakukan pertemuan darurat jam 12 malam.
Tadi malam mereka kumpul di trotoar sambil ngopi eceran kopinya pedagang
minuman keliling.
“Selama dua tahun, Primadona Gilang Bangsa adalah Lucy,”
kata Micho, pemuda tampan beralis tebal dan berkumis tipis lagi halus. Ia
adalah murid kelas 12. “Pertanyaannya adalah, apakah mahkota primadona itu akan
jatuh?”
“Oke, tetapkan taruhan pertama. Kalau kalah, traktir yang
menang selama lima hari,” kata Arjuna, siswa tampan berhidung mancung dengan
warna ras blasteran yang kental. Kakeknya asli orang Spanyol. Ia sekarang kelas
12. “Murid baru bakal kudeta atau tidak? Kalau saya, masih pilih Lucy.”
“Murid baru. Saya pilih murid,” kata Erwin memilih. Ia
siswa kelas 11 bertubuh tinggi berkulit sawo matang, tetapi ketampanannya boleh
diadu sesama manusia, bukan dengan domba. Keluarganya masih memiliki ikatan
darah yang kuat dengan salah satu keluarga kraton yang ada di Tanah Jawa.
“Lucy!” pilih Rendy Habib, pemuda tampan bermata lebar
dan berhidung panjang dan mancung. Alis dan cambangnya tampak lebat. Ia masih
keturunan darah etnis Arab. Ia sama seperti Erwin, kelas 11.
“Saya pilih Lucy!” kata Micho juga memilih.
“Oke, tiga lawan satu,” kata Arjuna. “Taruhan kedua.
Siapa yang berhasil mendapat senyum pertamanya? Yang kalah lari mundur tiga
putaran di lapangan basket.”
“Oke.”
“Setuju!”
“Siapa takut?”
Ketiga lainnya sepakat dengan taruhan kedua.
“Taruhan ketiga. Siapa yang berhasil minum satu gelas
dengannya. Yang kalah, patungan buat pesta kecil,” kata Arjuna lagi.
“Setuju!” kata ketiga lainnya sepakat, tidak ada oposisi.
Setelah itu, mereka pulang ke rumah masing-masing dengan
motor besarnya masing-masing.
Keesokan paginya, Empat Pangeran bertemu di kursi bawah
pohon di taman. Ternyata bukan hanya mereka berempat yang menunggu kedatangan
si anak baru, tetapi Lima Dewi Merak juga berkumpul di kursi pinggir lapangan
sekolah.
Lima Dewi Merak adalah nama kelompok bagi lima siswi
cantik kelas 12. Meski di dalam kelompok itu ada Lucy Swiari yang menyandang
gelar Primadona Gilang Bangsa saat ini, tetapi keempat siswi lainnya bukanlah
yang tercantik di sekolah itu. Mereka lebih mahsyur di kalangan siswa lain
sebagai kelompok geng wanita yang merasa paling cantik, meski bukan yang
tercantik.
Mereka juga sama dengan murid-murid yang lain, ingin
sekali melihat secantik apa siswi pindahan yang digadang-gadang akan menjadi
primadona baru SMA Gilang Bangsa.
Akhirnya sebuah mobil mewah merah cerah merek Hummer H3
memasuki gerbang sekolah.
Melihat mobil itu, seketika para murid yang penasaran
dengan si murid baru segera memusatkan pandangan mereka. Mereka yakin itu
adalah mobil si murid baru, karena sebelumnya tidak ada murid yang diantar
datang dengan mobil jenis itu.
“Wow! Berkelas habis!” ucap Erwin terpukau.
“Kamu tahu harga itu mobil?” tanya Arjuna.
“Satu miliar,” terka Rendy.
“Salah!” kata Arjuna.
“Setengah miliar,” kata Micho.
“Salah. Yang benar tiga miliar!” kata Arjuna.
Mobil merah besar itu berhenti di depan tangga.
“Teman-Teman, lihat sopirnya!” kata Micho.
“Settaaan!” sebut Erwin sebagai ungkapan kekagumannya
saat berhasil melihat keberadaan sopir mobil itu.
Mereka melihat Cucun Maghfirah yang cantik berwajah putih
bersih dan berhidung mancung. Bibirnya merah oleh lipstik. Kecantikannya
menyimpan rasa penasaran karena matanya ditutupi oleh kaca mata hitam. Seorang
gadis muda lagi cantik, tetapi menyopiri sebuah mobil besar nan mewah.
Akhirnya si anak baru turun dari mobil. Namun, sebagian
dari warga sekolah SMA itu harus kecewa, meski tidak sedikit yang terpukau dan
tertawa geli sendiri.
Orang yang turun dari mobil itu adalah seorang pemuda
bertubuh tampan, karena wajahnya memang kurang tampan. Pemuda berambut cepak
dan berkacamata hitam gelap itu tidak lain adalah Jur, yang nama aslinya Mahjur
Supeno. Ia mengenakan kaos warna putih lengan pendek yang ketat, memperlihatkan
tampilan ototnya yang membuat mata wanita tergiur dan nyali lelaki lain jadi
ciut.
Jur segera membuka pintu bagi majikannya. Fatara Hendrik
memberikan tas jinjing miliknya kepada Jur. Setelahnya, ia bergerak turun dan
langsung berjalan menaiki tangga.
Empat Pangeran, Lima Dewi Merak dan para siswa lainnya,
termasuk satpam sekolah, ternganga berjemaah melihat sosok anak baru yang
mengenakan seragam sekolah sama seperti mereka, yaitu putih abu-abu. Namun,
anak baru itu berambut biru terang, bermata biru, berbibir biru dan berkuku
hijau. Yang paling aneh adalah kulitnya yang berwarna putih seputih kapas.
Arjuna, Micho, Erwin, dan Rendy tidak bisa berkata-kata
selama hampir setengah menit lamanya. Hingga ketika Fatara yang dikawal oleh
sang bodyguard lewat tepat di depan mata mereka, tidak ada satu pun yang
berkomentar.
Kondisi yang sama juga dialami oleh Lima Dewi Merak dan
para murid yang lainnya.
Hingga akhirnya Erwin berteriak.
“Saya menaaang!”
“Enggak enggak enggak!” tolak Arjuna langsung merespon.
“Benar, enggak bisa, Er!” dukung Rendy.
“Enggak bisa bagaimana?” tanya Erwin protes. “Sekarang
saya tanya, jawab dengan jujur. Arjuna, cantikan mana, Lucy atau si anak baru?”
“Anak baru,” jawab Arjuna.
“Kamu, Ren. Cantikan Lucy atau anak baru?” tanya Erwin
lagi.
“Ya, jujur sih, cantikan anak baru,” jawab Rendy lemah.
“Sekarang kamu, Cho. Lucy atau anak baru?” tanya Erwin
lagi.
“Kalau saya sih cantikan Lucy, tapi bohong,” jawab Micho
lemah. Tapi tiba-tiba dia teriak kepada Erwin, “Tetap enggak bisa. Meski dia
cantik, tetapi cewek itu aneh, Er!”
“Oit! Kita enggak nyinggung masalah keanehan. Kalian
bertiga sudah mengakui, cewek itu lebih cantik dari Lucy!” tandas Erwin.
“Tapi kita belum tahu, dia bakal kudeta Lucy atau enggak.
Hasil belum kelihatan, Er!” kilah Arjuna.
“Benar, Er. Walaupun anak baru lebih cantik dari Lucy,
tapi belum tentu ada yang mau karena dia aneh,” kata Micho sambil tertawa
kecil.
“Aaah, kalian. Oke, kita tunggu beberapa hari ke depan.
Kita lihat reaksi sebagian besar anak-anak!” kata Erwin melunak.
Sementara itu, Fatara Hendrik berjalan tenang di
sepanjang koridor sekolah yang melewati teras kelas demi kelas. Wajahnya dingin
sedingin es. Ia tidak peduli dengan tatapan setiap mata kepadanya.
Sangat berbeda dengan Jur yang berjalan dengan tangan
kanan menenteng tas sekolah Fatara. Jur berjalan dengan percaya diri di
belakang nona mudanya. Matanya melirik ke sana dan ke sini, tetapi itu
tertutupi oleh kacamatanya yang seperti kacamata bintang film Terminator.
Ketika mendapati ada sekelompok siswi cantik yang dilewati, Jur terkadang
tersenyum sendiri, seolah sedang menebar pesona.
Fatara jelas dianggap aneh karena fisiknya yang belum
pernah warga sekolah itu lihat. Semua tidak tahu, manusia jenis spies apa anak
baru ini. Faktor kecantikan membuat Fatara hanya terkesan aneh tanpa kesan
mengerikan.
Namun, tetap saja kehadiran Fatara di sekolah itu
menghebohkan seisi sekolah.
Fatara tidak perlu bertanya untuk mencari letak ruang
kepala sekolah. Ia cukup membaca papan nama yang ada di atas pintu setiap
ruangan. Bahkan ada papan denah yang membuat orang baru mudah menemukan tempat
yang dicari di sekolah itu tanpa harus bertanya. (RH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar