Oh Kekasihku (16)


Novel: Ratu Suku Lix




Tahun 2017

Bab Sebelumnya:


“Alvin...!” teriak Lidya.

Lidya berteriak memanggil nama kekasihnya yang sudah mati. Itu mengejutkan Venus yang sedang berbicara dengan seorang pemuda tampan lainnya di dalam gedung, dekat mobilnya.

Venus menengok ke belakang dengan wajah kening berkerut. Ia segera berbalik lalu berjalan ke luar, ke arah Lidya dan Toyib yang dibekuk kedua tangannya. Pemuda yang bersama Venus mengikuti di belakang. Pemuda itu tidak lain adalah Afrizal. Ia sudah mulai bekerja sebagai orangnya Garda Prabowo.

“Alvin!” panggil Lidya lagi saat melihat Venus berjalan ke arahnya.

Dengan tenang Venus mendatangi para anak buahnya yang menyandera Lidya dan Toyib.

“Lepaskan perempuan ini!” perintah Venus kepada para anak buahnya.

“Alvin! Jadi kamu membohongi saya?!” tanya Lidya dengan marah dan mata berkaca-kaca oleh genangan air mata.

Selepas dari cekalan tangan-tangan anak buah Venus. Lidya langsung menghambur hendak menyerang wajah pemuda tampan yang ia kenal bernama Alvin itu. Namun, dengan mudahnya Venus menangkap tangan perempuan cantik itu dan langsung menariknya dengan paksa. Venus terus menarik paksa Lidya pergi ke arah kantor. Lidya mencoba melepaskan tangannya seraya menangis.

Venus tidak berkata apa-apa, ia hanya terus menarik Lidya hingga masuk ke dalam ruangan berukuran 10 x 7 meter. Ruangan itu terlihat cukup mewah untuk model sebuah kantor.

“Keluar!” perintah Venus kepada seorang perempuan muda yang ada di ruangan itu. Ia adalah sekretaris di pabrik milik Garda Prabowo itu.

Sekretaris tersebut segera keluar, hingga tinggallah Venus dan Lidya di ruangan itu. Venus mendorong paksa Lidya duduk di kursi sofa.

“Alvin sudah mati. Yang ada adalah Venus bandar narkoba!” kata Venus kepada Lidya.

“Karena kebohongan kamu, saya hampir mati konyol bunuh diri!” teriak Lidya berurai air mata.

“Lalu kenapa? Kenapa tidak jadi mati?” tanya Venus dengan wajah dingin. Ia berdiri bersandar pada sudut meja sekretaris kantor itu.

Pertanyaan Venus itu sangat membelalakkan mata Lidya, karena begitu memukul ruh perempuannya. Seketika ia tidak mampu berucap, bibirnya saja yang bergetar. Lidahnya keluh lantaran bingung harus berkata apa. Ia kini merasa benar-benar seperti ludah. Siapa yang peduli? Jika ada yang peduli, ludah itu pasti dilenyapkan?

Venus tidak lain adalah Alvin, kekasih Lidya. Alvin dikabarkan telah tewas oleh timah panas polisi.
“Bukankah jika kamu mati, kamu tidak perlu menangis menderita seperti saat ini?” kata Venus lagi, tanpa memiliki perasaan iba kepada kondisi Lidya.

“Vin,” sebut Lidya lirih dengan isak tangisnya. “Saya begitu cinta kamu. Saya pun ikhlas melepas keperawanan saya. Sekarang saya mengandung anak kamu, Vin.”

“Saya tidak butuh cinta kamu. Saya tidak pernah cinta kamu, sama seperti dengan wanita lain. Kamu tidak ada istimewanya. Bukankah kamu suka saat kamu saya pakai. Lalu apa masalahnya? Saya tidak ada urusan jika kamu sampai hamil,” kata Venus dengan tatap minus rasa kasih.

“Biadab!” teriak Lidya benar-benar murka sambil menyambar asbak kristal di meja lalu melemparnya ke arah wajah Venus.

Prang!

Sigap Venus mengelakkan kepalanya dari celaka. Akhirnya, dinding kaca tebal kantor itu pecah berantakan dihantam asbak. Orang-orang yang ada di luar hanya terkejut dan bisa memandang, termasuk Afrizal yang berdiri menunggu, karena masih ada hal yang perlu ia bicarakan dengan Venus.

“Saya bunuh kamu!” pekik Lidya histeris sambil menyambar sebuah boks speaker berbahan kayu lalu diayunkan untuk menyerang Venus.

Pak!

“Akk!” jerit Lidya dengan tubuh terhempas ke meja.

Tamparan Venus yang begitu keras membatalkan serangan Lidya. Bibir Lidya pecah dan berdarah.

Buk!

“Hakh!” pekik Lidya tinggi saat perutnya ditendang keras oleh Venus.

“Saya tidak butuh anak, tidak butuh cinta, dan tidak butuh tubuh kamu!” bentak Venus.

Tok tok!

Kemarahan Venus terganggu oleh suara ketukan di pintu kaca ruangan itu. Venus memandang ke pintu. Joy sudah berdiri di sana. Joy melihat wajah Venus benar-benar marah.

“Kata Afrizal, barang kita yang hilang dicuri perempuan itu dan temannya!” lapor Joy sebelum Venus bertanya.

Mendengar laporan itu, Venus sejenak diam dan memandang Lidya yang sedang kesakitan.

“Nday tahu rumah pelacur ini. Habisi semuanya!” perintah Venus kepada Joy.

“Oke, Bos!”

Joy pun segera pergi dengan penuh semangat. Ia menghampiri Nday. Lalu mengajak tujuh orang lelaki lainnya. Nday membuka sebuah peti kayu agak panjang. Setelah dibuka, ternyata peti kayu itu berisi senjata api jenis AK-47. Sementara Nday dan Joy memilih pistol. Joy dan Nday bersama ketujuh lainnya segera naik ke mobil Carry merah yang terparkir. Setelah itu pergi.

Melihat tempat itu ternyata menyimpan senjata militer, Afrizal cukup terkejut. Namun, sebagai orang baru di tempat itu, ia tidak bisa berbuat banyak. Hari ini, ia mendapat perintah dari bos barunya untuk datang ke tempat itu dan menemui orang yang bernama Venus. Afrizal membawa pesan dari Garda Prabowo. Namun, sebelum pesan itu tersampaikan, masalah tentang Lidya tercipta. (RH)


Berlanjut: Pembelaan Seorang Lelaki (17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar