“Apa yang kau lakukan tadi malam, Niao Ping?” tanya Ling Ting lagi mendesak. “Aku mendengar perbuatanmu tadi malam.”
“Bukan hanya
mendengar, tapi juga bertarung bersama dan Nona memelukku saat aku tidak
berdaya,” kata Niao Ping berpura-pura tidak paham.
“Bukan di malam itu,
tapi tadi malam menjelang subuh,” tegas Ling Ting bernada kesal.
“Oh, menjelang subuh.
Iya, aku ada di sini. Memangnya … apa yang Nona dengar dari dalam kamarku?”
tanya Niao Ping bermain drama.
“Suara desahan wanita.
Kau pasti sedang melakukan hubungan intim dengan seorang wanita,” tukas Ling
Ting.
“Tapi … bagaimana Nona
bisa menyimpulkan bahwa desahan itu suara wanita yang sedang melakukan hubungan
intim?” tanya Niao Ping.
Terbeliak Ling Ting
ditanya seperti itu. Dia terdiam sejenak karena bingung harus menjawab apa. Dia
harus memikirkan dulu jawabannya karena pertanyaan Niao Ping setengah menjebak.
“Maksud Nona,
hubungan intim itu hubungan seperti suami istri di malam pertama?” Niao Ping lebih
dulu bertanya lagi.
“Iya,” jawab Ling
Ting lantang.
“Berarti Nona Ling
Ting pernah melakukannya?” terka Niao Ping seraya tersenyum setan.
“Niao Ping!” hardik
Ling Ting mendelik.
“Hahaha!” tawa Niao
Ping.
Semakin kesal Ling
Ting diperlakukan seperti itu oleh Niao Ping.
“Nona Ling Ting, untuk
melakukan itu, setahuku memerlukan pasangan. Contohnya, aku berpasangan dengan
Nona,” kata Niao Ping.
Terkesiap Ling Ting
yang membuat pipinya jadi merah merona karena malu.
“Nona lihat sendiri,
aku hanya seorang diri di sini. Jikapun seandainya aku melakukannya dengan seorang
wanita, lalu kenapa Nona Ling Ting marah? Apakah aku telah menyinggung Nona? Jika
demikian, aku mengucapkan permohonan maafku, Nona,” kata Niao Ping yang
berujung dengan penghormatannya kepada gadis cantik itu.
Ling Ting jadi tidak
bisa berkata-kata. Jika benar Niao Ping melakukan hubungan intim dengan seorang
wanita di kamarnya, kenapa dirinya yang tidak memiliki hubungan apa pun dengan
Niao Ping harus mengurusi atau mengomentarinya.
“Aku sangat cemburu,
Niao Piiing!” teriak Ling Ting kesal, tetapi hanya di dalam hati. Aslinya dia
hanya menghempaskan napas kekesalan.
Dengan wajah cantik
yang marah dan gestur yang menunjukkan kekesalan, Ling Ting akhirnya berjalan
pergi menuju ke luar. Dia meninggalkan Niao Ping yang merasa lega.
Namun, sebelum Ling
Ting sampai ke pintu, mendadak dia berhenti karena di depan pintu muncul wanita
bercadar bermata hijau terang. Wanita berpakaian putih itu membawa pedang di
tangan kanannya. Dia tidak lain adalah Suk Maa.
Terkejut Suk Maa
melihat keberadaan Ling Ting di dalam kamar pemuda yang dicintainya. Ling Ting
sendiri memasang sikap dingin. Dia tidak gentar jika harus ribut dengan Suk
Maa.
Sementara Niao Ping,
dia agak terkejut pula melihat kemunculan Suk Maa.
“Apa yang kau lakukan
di kamar Niao Ping, Nona Ting?” tanya Suk Maa dengan nada ketus.
“Aku tidur bersama
Niao Ping tadi malam,” jawab Ling Ting berdusta. Dia sengaja ingin membuat hati
Suk Maa panas.
Terbeliak sepasang mata
hijau Suk Maa mendengar pengakuan Ling Ting.
Di saat Suk Maa
terkejut dan seperti syok mendapat kabar buruk, Ling Ting berjalan melewatinya.
Ketika Ling Ting
sudah melewatinya, Suk Maa tiba-tiba berbalik dan tangan kirinya menangkap bahu
kiri Ling Ting, membuat gadis bangsawan itu berhenti melangkah dan keningnya
mengerut tanda bahwa dia tidak suka dengan tindakan Suk Maa.
“Kau berutang
penjelasan kepadaku, Nona Ting!” kata Suk Maa.
Ling Ting lalu
menangkap tangan kiri Suk Maa yang ada di bahunya dan menariknya, membuat tubuh
Suk Maa tertarik kepadanya. Suk Maa sigap menahan tarikan itu dan menyerangkan
sarung pedangnya kepada kepala Ling Ting.
Tak! Buk!
“Hekh!”
Dengan cekatan Ling
Ting menangkis serangan Suk Maa dan seiring itu kaki kanannya sangat cepat
menendang perut.
Kerasnya tendangan itu
membuat tubuh Suk Maa terlempar ke dalam kamar. Ia sampai mengeluh.
Beruntungnya Suk Maa,
tubuhnya ditangkap oleh Niao Ping sehingga terhindar menghantam dinding kamar.
Tahu bahwa Niao Ping
sudi melindungi, alangkah bahagianya Suk Maa. Namun risikonya, Niao Ping
seketika jatuh terkulai lemah dengan tubuh tertindih oleh tubuh Suk Maa.
“Niao Ping!” sebut
Ling Ting terkejut.
Dia jadi berbalik
lagi dan masuk menghampiri Niao Ping dan Suk Maa. Namun, Suk Maa cepat
mengancamnya dengan pengulurkan pedang yang masih bersarung. Suk Maa sendiri
sudah tidak kaget melihat Niao Ping mendadak lemas.
“Jangan mendekat! Kau
hanya membuat Niao Ping sakit!” hardik Suk Maa.
Ling Ting berhenti
hanya sebatas pintu kamar.
“Nona Ling Ting, Tuan
sudah menunggu di bawah,” kata Komandan He Her yang muncul di tempat itu pula.
Keributan yang
terjadi di depan kamar Niao Ping membuat Komandan He Her cepat naik ke lantai
dua.
Memang, Mae Ha dan para
prajuritnya sudah turun dan berada di depan penginapan. Mereka akan pulang ke
Ibu Kota.
Karena terlalu
cemburu melihat kebersamaan Niao Ping dengan Suk Maa, Ling Ting memilih
berbalik pergi dengan langkah yang cepat.
Komandan He Her hanya
memandang sepasang pemuda itu sebentar. Suk Maa menatap tajam dengan mata
indahnya. Setelahnya, prajurit itu segera berbalik pergi menyusul junjungannya.
Suk Maa lalu beralih
kepada Niao Ping yang tergeletak di lantai kamar.
“Mau aku gendong ke ranjang?”
tanya Suk Maa menawarkan seraya tersenyum di balik cadarnya.
Niao Ping hanya
tersenyum getir.
Suk Maa lalu bangkit
dan pergi menutup pintu kamar. Setelahnya, Suk Maa pergi ke ranjang dan duduk
di pinggirnya. Sementara Niao Ping mulai kembali kuat dengan cepat. Suk Maa
dalam jarak aman.
“Mana Zi Wan?” tanya
Niao Ping yang sudah bertenaga lagi sambil bangun berdiri.
“Dia menunggu di
bawah. Dia tidak mau pulang ke rumahnya,” jawab Suk Maa.
Niao Ping diam
sejenak memandangi Suk Maa yang duduk anggun di tepian ranjang. Ditatapi tanpa
kata-kata, membuat jantung Suk Maa tersentak tanpa disentuh. Hatinya terasa bahagia,
tetapi jantungnya jadi berdebar-debar.
Selama empat tarikan
napas keduanya saling pandang.
“Kenapa kau
memandangiku seperti itu, Niao Ping?” tanya Suk Maa.
Ditanya seperti itu,
Niao Ping hanya tersenyum lebar.
“Apakah kau sedang berpikir
mesum denganku karena aku duduk di ranjang?” terka Suk Maa.
“Hahaha…!” tawa Niao
Ping agak panjang. Dia memang membayangkan melakukan pergulatan asmara bersama
Suk Maa. Lalu tanyanya, “Menurutmu, apa yang terjadi jika aku dan kau tidur
bersama di ranjang itu?”
Seketika Suk Maa
tersenyum di balik cadarnya. Tidak berapa lama, gadis itu tertawa nyaring.
“Hihihi…!” tawa Suk
Maa nyaring sampai-sampai tubuhnya terguncang-guncang.
Dia membayangkan
ketika Niao Ping menjadi suaminya, lalu hendak melakukan hubungan suami istri.
Niao Ping dalam kondisi tidak berdaya dengan kelelakian yang terkulai tanpa
daya tegang.
“Hahaha!” Niao Ping
justru mendukung kelucuan di dalam pikiran Suk Maa yang masih seorang gadis
perawan.
“Sepertinya kau punya
cita-cita kepadaku,” terka Suk Maa dengan tatapan tajam kepada Niao Ping.
“Hanya sekedar
membayangkan. Itu hanya mimpi. Aku tidak mau menjadi jahat kepada setiap gadis
yang mencintaiku,” kata Niao Ping jujur. Dia sadar bahwa pikiran semacam itu
adalah hal buruk baginya.
“Apakah memang sudah
banyak gadis yang mencintaimu atau baru sekedar hayalanmu?” tanya Suk Maa.
“Tidak, masih
sedikit. Masih bisa dihitung dengan jari tangan,” kata Niao Ping seraya
tersenyum lebar. “Ayo kita berangkat!”
Apakah sensasi
berkuda di atas ranjang dengan Ti Xue telah meracuni pikiran Niao Ping?
Siapakah calon pasangan ranjangnya berikutnya? Ikuti terus kelanjutannya! (by
Rudi Hendrik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar