Ilustrasi: Muslimah berhijab. (Foto: Hijabpedia.com) |
Oleh: Rudi Hendrik
Tahun 2016
Sebelumnya:
Fastabiqul Khaerat Sepasang Naga Pemabuk (12)
Sebuah mobil Honda City
merah cerah dan sebuah Avanza merah maroon,
akhirnya berbelok masuk ke sebuah jalan kecil setelah melalui kemacetan hampir
setengah jam lamanya. Tampak beberapa pemuda berompi orange aktif mengatur lalu lintas dan penyeberangan yang ramai di
hari Ahad itu. Kedua mobil merah itu pun diarahkan untuk terus bergerak
memasuki jalan yang diapit dua tembok bangunan pabrik.
Tampak di atas mulut
jalan terbentang spanduk besar bertuliskan “Tabligh Akbar Sya’ban 1438H:
Mewujudkan Ummatan Wahidah dan Menyongsong Pembebasan Masjid Al-Aqsha”.
Banyak orang-orang yang
naik kendaraan umum turun di jalan raya perempatan kecil itu. Rata-rata
berpakaian Islami, yang pria berbaju koko atau bergamis dan berpeci, sementara
wanita semuanya berjilbab, bahkan ada yang bercadar. Banyaknya jamaah tablig
akbar yang ingin menyeberang membuat jalan raya besar itu cukup tersendat.
Orang-orang yang
membawa motor dan mobil pribadi langsung bisa masuk terus ke jalan kecil
tersebut, meninggalkan jalan raya Narogong yang menghubungkan Cileungsi-Bekasi.
Ada pula bis yang mengangkut rombongan dari daerah yang jauh. Di kaca depan dan
belakang ditempel tulisan besar menjelaskan kota asal mereka, seperti: Bandung,
Tasikmalaya, Lampung, hingga ada bis dari Palembang.
Untuk sampai ke lokasi
tablig akbar, kendaraan masih harus masuk cukup jauh. Kecilnya dan ramainya
jalan oleh pengendara dan pejalan kaki, membuat kendaraan bergerak pelan.
Semakin ke dalam, ternyata semakin ramai dan gerak kendaraan pun semakin
melambat. Di mana-mana dapat ditemukan petugas berompi orange menertibkan dan berjaga.
Suasana yang tercipta
begitu Islami. Terlihat dan terdengar ucapan salam antara sesama orang di
sepanjang jalan. Orang-orang yang berkendaraan bermotor sangat sering
mengucapkan salam kepada para pejalan kaki yang kemudian dijawab. Anak-anak pun
turut serta dibawa di hari itu. Dan tidak jarang pula melihat sesama lelaki
yang bertemu bersalaman sambil cipika-cipiki,
lalu berkomunikasi begitu akrab. Demikian pula para muslimah yang saling kenal
lalu bertemu di tempat itu dan di hari itu.
Para pedagang pun
tersebar di sepanjang jalan yang merupakan jalan utama menuju ke sebuah pondok
pesantren.
Pondok Pesantren
Al-Fatah. Itulah nama lokasi tablig akbar tahunan ini, yang diadakan di setiap akhir bulan Hijriah Sya’ban menjelang
datangnya bulan suci Ramadhan.
Dua mobil merah nan mewah
itu akhirnya berhenti di parkiran khusus mobil kecil setelah diarahkan oleh
petugas berompi orange.
Sehari sebelumnya, Geng
Bintang Tujuh berkumpul di pinggir jalan raya di luar pemakaman umum, sambil
menikmati minuman manis dawet hitam. Ketujuh gadis belia anak SMK kelas 11 atau
kelas dua jurusan sekretaris itu bertemu untuk merundingkan undangan ke acara
pengajian tahunan di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.
Semuanya berpakaian
biasa, bahkan tiga dari mereka memakai rok pendek, seorang bercelana pendek,
dua bercelana jeans, dan seorang memakai jilbab besar dan berok panjang,
lengkap bersarung kaki. Gadis cantik yang berjilbab adalah Rina Viona,
sementara yang lainnya adalah Indah Pertiwi, Novi Andria, Iyut Nirmala,
Ristana, Windi Anggita, dan Ade Irma.
“Kalau gua jelas ikut
dan bakal berangkat sama Badar,” kata Rina, selaku Ketua Geng Bintang
Tujuh. “Sebab, kata Badar, Abang Gazza
mau ngenalin cowok untuk kakak gua.”
“Ah, bilang aja elu mau
ketemu calon suami lu!” celetuk Iyut Nirmala seraya melirik dengan senyum
mencibir.
“Ya enggak apa-apa kan,
sambil gali kubur nyari harta karun,” kilah Rina seraya tertawa kecil.
Novi lalu buka suara,
“Itu kan pengajian, berarti kita-kita harus pakai jilbab seperti elu dong,
Rin?”
“Ya iyalah,” jawab
Rina.
“Oh tidak!” ucap Windi
dan Ade Irma kompak. Kekompakan keduanya terhadap hiburan Korea Selatan membuat
keduanya dinamai Duo-K. Lalu Windi berkata panik, “Sekali-kali tidak,
sekali-kali tidak! Jangan sampai kita berdua pakai baju repot begitu. Apa kata
aktor dan artis Korea pujaan kita?”
“Lebay,” timpal Indah
Pertiwi.
“Hahaha!” Novi
tiba-tiba tertawa sambil menunjuk Ristana, gadis berpenampilan tomboy dengan
rambut pendeknya seperti lelaki.
“Elu, kenapa sih?!”
hardik Ristana.
Yang lainnya juga
memandangi Novi.
“Enggak kebayang Iis
pakai jilbab, hahaha!” kata Novi dengan menyebut nama panggilan Ristana, yang
akhirnya membuat mereka tertawa kecil.
“Eh, jangan salah ya,
bisa kita buktikan, siapa yang lebih cantik nanti kalau semuanya berani pakai
jilbab!” kata Ristana menantang. “Yang jelas gua berani pakai jilbab. Siapa
lagi yang berani?”
“Siapa takut?” sahut
Indah.
“Gua gak takut pakai
jilbab,” kata Iyut Nirmala pula.
“Ofi, lu gimana?” tanya
Ristana kepada Novi.
“Mau ditaruh di mana
muka gua, kalau gua takut?” tantang Novi pula.
“Duo-K?” sebut Ristana.
Windi Anggita dan Ade
Irma sama-sama terdiam dengan wajah mengerenyit. Semua memandang pasangan
kompak itu, menunggu jawaban.
“Kalian jahat,” rutuk
Ade Irma merengut. “Gua terpaksa ikut.”
“Apa boleh buat. Tapi
gua enggak jamin, kalau gua benar-benar enggak tahan, gua lepas jilbab gua!”
ujar Windi.
“Oke, deal!” pekik Rina seraya tersenyum senang. Lalu serunya, “Dari
sini kita langsung ke DM cari baju dan jilbab!”
“Yang bayar siapa?”
tanya Iyut Nirmala.
Secara serentak lima
gadis lainnya menunjuk Rina, membuat gadis cantik berhijab itu mendelik, tapi
lalu tertawa.
“Tapi, jika ada yang copot
jilbab sebelum acara pengajiannya selesai, harus bayar baju yang gua beliin.
Setuju?” kata Rina.
“Setuju!” jawab yang
lainnya serentak.
“Ayo!” ajak Rina seraya
beranjak ke mobilnya.
Keenam lainnya pun
beranjak ke mobil untuk pergi ke Mall Daan Mogot mencari pakaian muslimah.
Pagi harinya, Rina dan
Novi berbagi tugas. Mobil Honda City Rina disetiri oleh Burhan, sopir pribadi
keluarga Rina yang berusia 43 tahun. Mobil itu bertugas menjemput Barada, Indah
Pertiwi, dan Iyut Nirmala.
Sementara Novi Andria yang
menyetir sendiri mobil Avanza merah maroon-nya,
bertugas menjemput Windi Anggita, Ade Irma dan Ristana.
Rina Viona kali ini
mengenakan pakaian dan jilbab serba hitam, membuat wajah berkulit putih
bersihnya terkesan bercahaya dalam kegelapan. Barada yang dijemput di depan
gang lingkungannya, berpakaian hijau muda berkombinasi dengan warna putih.
Ketika mobil Rina berhenti di depannya, Barada lebih dulu membungkuk hormat
seperti orang Jepang kepada Pak Burhan.
Usai menjemput Barada,
mereka pergi ke rumah Indah Pertiwi.
“Iwi...!” pekik Rina
setengah histeris, merasa takjub ketika Indah Pertiwi keluar dari dalam
rumahnya dengan balutan pakaian Muslimah warna kuning pisang. Keindahan
ditonjolkan dari tepian jilbabnya yang memakai hiasan mengkilap. Garis merah di
sepanjang tepian kain baju dan roknya mempermanis warna kuning itu.
Indah mendatangi mobil
Rina dengan senyuman yang lebar. Tangan kanannya menenteng tas warna emas
berpadu warna hitam.
“Pantas gak sih?” tanya
Indah, berhenti berdiri di luar mobil.
Rina dan Barada
tertawa.
“Subhanallahu, subhanallah!” ucap Barada.
“Ayo naik, Bidadari
Surga!” seru Rina tanpa pudar senyumnya.
Dengan senyum yang
menunjukkan malu-malu, Indah segera masuk ke mobil.
Kehebohan pun
ditunjukkan oleh ketiga gadis itu ketika menjemput Iyut Nirmala. Tawa mereka ketika
melihat Iyut berpakaian muslimah warna pink
dan kuning, membuat Iyut merengut.
“Gua batal ikut! Gua
diketawain!” teriak Iyut merengut, tapi cantik.
“Eh eh eh! Siapa yang
ngetawain? Ini tandanya senang, tahu!” seru Rina cepat.
“Iya, senang gua
kelihatan lucu dan bego!” rutuk Iyut masih merengut kesal.
“Lu itu tampil paling
cantik yang pernah gua lihat selama ini. Kalau elu gak percaya, tanya aja Badar
yang enggak punya kepentingan politik,” kata Indah pula.
“Sedikit pun tidak ada
kejelekan yang saya lihat dari penampilan Ala pagi ini,” kata Barada dengan
menyebut nama panggilan Iyut.
“Kalau enggak mau naik,
kita tinggal nih!” kata Rina mengancam.
Iyut yang bermodal tas
biru kecil bertali itu akhirnya tersenyum lalu bergegas masuk ke mobil.
Sementara itu, Novi
menyetir sendiri mobil merah maroon
miliknya. Pagi ini, sama seperti sahabat-sahabatnya, ia mengenakan pakaian
Muslimah, pakaian yang selama ini sangat dibencinya. Namun, seiring Rina
memutuskan berhijab dan setiap hari akrab dengannya, kebencian Novi terhadap
jilbab pun secara samar memudar dengan sendirinya. Dan faktanya, hari ini Novi
tampil lebih cantik dengan pakaian menyejukkan mata itu. Wajah putih cantiknya
dibalut dengan jilbab putih dan tubuhnya dibungkus oleh gamis warna merah maroon yang memiliki motif gambar mawar
kuning di sekeliling pinggang dan ujung rok. Kacamata hitam membuat
penampilannya kian modis dengan bibir berlipstik merah.
Novi bertugas menjemput
Duo-K alias Windi dan Ade Irma di rumah Windi. Ade Irma malam tadi menginap di
rumah Windi, sahabat kentalnya. Hasilnya, Windi dan Ade keluar dari rumah
dengan berpakaian Muslimah bermodel sama tapi berwarna cerah yang berbeda.
Pakaian Windi didominasi warna merah, sedangkan Ade Irma didominasi warna oranye. Panjang roknya hanya
sebatas betis, tapi ujung kaki tetap tertutupi dengan celana dan kaos kaki. Warna
tas bawaan mereka pun disesuaikan dengan warna dominan mereka. Keduanya memakai
warna bibir ungu samar dengan kelopak mata pun berwarna ungu samar.
Novi hanya tersenyum
melihat kedua sahabatnya. Justeru Windi dan Ade Irma menjerit heboh melihat
penampilan Novi, meski baru melihat separuh badan.
“Iiih, Ofi! Kok cantik
banget sih?” teriak Ade Irma setelah menghampiri Novi.
“Benar. Kok cantik banget
ya? Kita jadi enggak pede,” kata Windi.
“Memang lu berdua
enggak kelihatan cantik?” tanya balik Novi, meski di dalam hatinya sangat
tersanjung oleh respon kedua sahabatnya.
“Ya cantik, dong!”
jawab Ade sambil bergerak masuk ke mobil, duduk di kursi tengah. “Tapi kan
enggak secantik Ofi.”
Windi pun segera masuk,
lalu katanya dengan ucapan yang cepat tanpa titik koma lagi, “Lu tahu enggak,
Ofi? Keluarga besar gua tadi malam langsung heboh dan pada nganggap kita berdua
mau manggung di karnavalan. Lebih gelo laginya, nyokap gua, elu tahu sendiri
nyokap gua kayak apa anti-Islamnya. Masa kita berdua dibilang gila, yang benar
aja. Nyokap gua sampai segitunya, gila gak tuh. Bokap sih ketawa-ketawa doang,
tapi ujung-ujungnya ngasih nasehat yang nyelekit. Bokap bilang begini, ‘Elu
berdua jangan sembarangan, itu pakaian keramat. Kalau mau pakai, pakai
sekalian. Kalau enggak niat, jangan coba-coba, nanti elu berdua kualat’. Gitu
kata Bokap. Terus, adik tomboy gua enggak berhenti ngejekin kita sampai mau
tidur pun dia masih ngejekin. Kalau bukan karena dukungan Kak Rudy, kita udah
batal ikut.”
“Masa, Kak Rudy
ngedukung?” ucap Novi seakan tidak percaya, ia pun menjalankan mobilnya untuk
pergi ke rumah Ristana.
“Gua aja adiknya kagak
percaya. Selama ini, kita tahu Kak Rudy drumer band rock yang suka manggung di
Lavender Cafe di Matraman sana. Kak Rudy pacarnya juga rocker. Eh, tahu
enggak?” kata Windi penuh semangat.
“Enggak,” jawab Novi
sambil tetap fokus ke jalanan.
“Pacar Kak Rudy
ternyata hijaber. Kak Rudy buka rahasia buat semangatin kita supaya berhasil
pakai jilbab di hari ini. Minimal sehari ini. Gua enggak kebayang kalau rahasia
Kak Rudy bocor ke orang rumah,” kata Windi.
“Jelasnya gua patah
hati lagi,” celetuk Novi.
“Patah hati?” tanya Ade
Irma tidak mengerti, tapi kemudian dia menebak sendiri jawabannya, “Ofi
diam-diam naksir Kak Rudy, ya?”
“Iya, Fi?” tanya Windi
pula sambil memajukan wajahnya ke depan untuk melihat wajah Novi.
“Ah, Cuma naksir
sedikit. Kalau kakak elu itu sudah punya pacar, ya gua cari target baru,” kata
Novi terkesan santai.
“Nanti deh gua kasih
tahu ke Kak Rudy kalau elu naksir dia,” kata Windi.
“Eh, jangan coba-coba!”
ancam Novi.
Jalan raya Ahad pagi
yang masih sepi membuat mereka hanya perlu sepuluh menit untuk sampai ke depan
rumah Ristana yang cukup besar dan bertingkat, tapi terkesan sederhana. Rumah
berpagar tembok itu hanya memiliki dua kombinasi warna, yaitu kuning dan hitam.
Tak ada garasi menyebabkan dua mobil mewah milik keluarga Ristana diparkir di
halaman yang tidak terlalu luas.
Tit tit!
Novi membunyikan
klakson di depan pintu pagar yang tertutup rapat dan tidak memiliki celah yang
cukup untuk bisa melihat ke halaman dalam.
“Siap!”
Satu teriakan terdengar
dari dalam halaman. Suara itu adalah suara milik Ristana.
Tak lama kemudian,
pintu kecil dari gerbang terbuka.
“Wow! Iis!” pekik Ade
Irma terkejut.
“Gila!” ucap Windi pula
saking takjubnya.
“Wah! Elu benar-benar
ngebohongin kita, Is,” kata Novi pula. “Elu ternyata nyimpan kecantikan hebat
selama ini. Gua ngaku kalah sama elu untuk urusan dandanan kayak begini.”
Ristana hanya tersenyum
setengah malu mendapat respon demikian dari ketiga sahabatnya.
Ristana yang biasa
dipanggil “Iis”, sehari-hari selalu tampil dengan gaya tomboy berambut pendek.
Sedikit pun tidak pernah ada polesan kosmetik kecantikan di wajahnya, sehingga
selama ini kecantikannya tampil alami.
Namun, Ristana yang
kemarin tomboy seolah lenyap di hari ini. Hari ini, tidak ada lagi Ristana
tomboy, yang ada adalah seorang gadis muslimah berbaju panjang warna navy dan berjilbab warna serupa.
Jilbabnya dihiasi bros bunga matahari kecil yang posisinya di atas dada kanan.
Meski pakaian muslimahnya cukup sederhana, tapi wajah putih cantik yang
berdandan dengan takar polesan yang pas, membuat kecantikan Ristana bertambah
dua kali lipat dari sebelumnya. Novi dan Duo-K yang sehari-hari selalu
mengutamakan polesan bedak dan gincu di wajahnya, mengakui bahwa riasan di
wajah Ristana terlihat sempurna.
Dengan langkah khasnya
tetap seperti laki-laki, Ristana masuk ke mobil tanpa sepatah kata. Ia hanya
terus tersenyum dan tertawa kecil.
“Kalau gua tahu dari
dulu kalau elu secantik ini, Is, udah gua pacarin,” kata Windi, lalu ia dan Ade
Irma tertawa nyaring.
“Siapa yang ngedandanin
elu, Is?” tanya Novi seraya tersenyum. Baginya, penampilan Ristana hari ini
benar-benar satu kejutan yang tidak tertebak.
“Gua sendiri,” jawab
Ristana.
“Tipu,” tuding Ade Irma
tidak percaya.
“Mama gua kan punya salon
kecantikan,” kilah Ristana.
“Gua enggak sabar mau
lihat reaksi Rina pas lihat elu, Is,” kata Windi.
“Elu benar-benar kayak
ratu kecantikan, Is,” kata Novi masih memuji.
“Sudahlah, gua kan cuma
menang di dandanan. Buktinya, pas gua enggak dandan, elu semua biasa aja,” ujar
Ristana.
Mereka pun tertawa.
Usai tugas penjemputan,
mobil Rina dan Novi saling bertemu di titik yang telah mereka tentukan.
Kehebohan dan pesta
tawa pun tercipta ketika kedelapan gadis belia berjilbab itu bertemu dan
berkumpul sebelum melanjutkan perjalanan ke Bogor. Mereka saling memuji yang
menciptakan kesenangan khusus di antara mereka.
Ristana, memang
akhirnya menjadi bintang di antara mereka. Rina Viona yang terkenal sebagai
ketua geng mereka dan dinilai yang tercantik, memuji dan mengakui kecantikan
Ristana yang seolah sempurna. Indah Pertiwi dan Iyut Nirmala bahkan bergiliran memeluk
Ristana karena begitu gembiranya mendapati sahabat tomboy mereka tampil menjadi
benar-benar perempuan.
Sementara Barada, meski
tidak begitu larut dalam kehebohan teman-temannya, tapi dalam hati ia merasa
sangat bersyukur. Sebab, hari ini ia setidaknya memiliki peran sehingga bisa
membuat kelompok geng perempuan itu semuanya mengenakan pakaian muslimah,
walaupun di keesokan harinya mereka kembali berpakaian seperti biasa, yaitu
berpakaian yang menampakkan aurat mereka.
“Ya Allah, Engkau Maha
Membolak-balik hati hamba-Mu,” ucap Barada lirih seraya memandang tersenyum
melihat kegembiraan ketujuh anggota Geng Bintang Tujuh itu. Lalu ucapnya lagi
mendoakan, “Semoga Allah menjadikan kalian Muslimah Bintang Tujuh.” (RH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar