Geng Muslimah Bintang Tujuh (13)

Ilustrasi: Muslimah berhijab. (Foto: Hijabpedia.com)
Oleh: Rudi Hendrik

Tahun 2016

Sebelumnya:
Fastabiqul Khaerat Sepasang Naga Pemabuk (12)


Sebuah mobil Honda City merah cerah dan sebuah Avanza merah maroon, akhirnya berbelok masuk ke sebuah jalan kecil setelah melalui kemacetan hampir setengah jam lamanya. Tampak beberapa pemuda berompi orange aktif mengatur lalu lintas dan penyeberangan yang ramai di hari Ahad itu. Kedua mobil merah itu pun diarahkan untuk terus bergerak memasuki jalan yang diapit dua tembok bangunan pabrik.


Tampak di atas mulut jalan terbentang spanduk besar bertuliskan “Tabligh Akbar Sya’ban 1438H: Mewujudkan Ummatan Wahidah dan Menyongsong Pembebasan Masjid Al-Aqsha”.

Banyak orang-orang yang naik kendaraan umum turun di jalan raya perempatan kecil itu. Rata-rata berpakaian Islami, yang pria berbaju koko atau bergamis dan berpeci, sementara wanita semuanya berjilbab, bahkan ada yang bercadar. Banyaknya jamaah tablig akbar yang ingin menyeberang membuat jalan raya besar itu cukup tersendat.

Orang-orang yang membawa motor dan mobil pribadi langsung bisa masuk terus ke jalan kecil tersebut, meninggalkan jalan raya Narogong yang menghubungkan Cileungsi-Bekasi. Ada pula bis yang mengangkut rombongan dari daerah yang jauh. Di kaca depan dan belakang ditempel tulisan besar menjelaskan kota asal mereka, seperti: Bandung, Tasikmalaya, Lampung, hingga ada bis dari Palembang.

Untuk sampai ke lokasi tablig akbar, kendaraan masih harus masuk cukup jauh. Kecilnya dan ramainya jalan oleh pengendara dan pejalan kaki, membuat kendaraan bergerak pelan. Semakin ke dalam, ternyata semakin ramai dan gerak kendaraan pun semakin melambat. Di mana-mana dapat ditemukan petugas berompi orange menertibkan dan berjaga.

Suasana yang tercipta begitu Islami. Terlihat dan terdengar ucapan salam antara sesama orang di sepanjang jalan. Orang-orang yang berkendaraan bermotor sangat sering mengucapkan salam kepada para pejalan kaki yang kemudian dijawab. Anak-anak pun turut serta dibawa di hari itu. Dan tidak jarang pula melihat sesama lelaki yang bertemu bersalaman sambil cipika-cipiki, lalu berkomunikasi begitu akrab. Demikian pula para muslimah yang saling kenal lalu bertemu di tempat itu dan di hari itu.

Para pedagang pun tersebar di sepanjang jalan yang merupakan jalan utama menuju ke sebuah pondok pesantren.

Pondok Pesantren Al-Fatah. Itulah nama lokasi tablig akbar tahunan ini, yang diadakan di setiap  akhir bulan Hijriah Sya’ban menjelang datangnya bulan suci Ramadhan.

Dua mobil merah nan mewah itu akhirnya berhenti di parkiran khusus mobil kecil setelah diarahkan oleh petugas berompi orange.

Sehari sebelumnya, Geng Bintang Tujuh berkumpul di pinggir jalan raya di luar pemakaman umum, sambil menikmati minuman manis dawet hitam. Ketujuh gadis belia anak SMK kelas 11 atau kelas dua jurusan sekretaris itu bertemu untuk merundingkan undangan ke acara pengajian tahunan di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.

Semuanya berpakaian biasa, bahkan tiga dari mereka memakai rok pendek, seorang bercelana pendek, dua bercelana jeans, dan seorang memakai jilbab besar dan berok panjang, lengkap bersarung kaki. Gadis cantik yang berjilbab adalah Rina Viona, sementara yang lainnya adalah Indah Pertiwi, Novi Andria, Iyut Nirmala, Ristana, Windi Anggita, dan Ade Irma.

“Kalau gua jelas ikut dan bakal berangkat sama Badar,” kata Rina, selaku Ketua Geng Bintang Tujuh.  “Sebab, kata Badar, Abang Gazza mau ngenalin cowok untuk kakak gua.”

“Ah, bilang aja elu mau ketemu calon suami lu!” celetuk Iyut Nirmala seraya melirik dengan senyum mencibir.

“Ya enggak apa-apa kan, sambil gali kubur nyari harta karun,” kilah Rina seraya tertawa kecil.

Novi lalu buka suara, “Itu kan pengajian, berarti kita-kita harus pakai jilbab seperti elu dong, Rin?”

“Ya iyalah,” jawab Rina.

“Oh tidak!” ucap Windi dan Ade Irma kompak. Kekompakan keduanya terhadap hiburan Korea Selatan membuat keduanya dinamai Duo-K. Lalu Windi berkata panik, “Sekali-kali tidak, sekali-kali tidak! Jangan sampai kita berdua pakai baju repot begitu. Apa kata aktor dan artis Korea pujaan kita?”

“Lebay,” timpal Indah Pertiwi.

“Hahaha!” Novi tiba-tiba tertawa sambil menunjuk Ristana, gadis berpenampilan tomboy dengan rambut pendeknya seperti lelaki.

“Elu, kenapa sih?!” hardik Ristana.

Yang lainnya juga memandangi Novi.

“Enggak kebayang Iis pakai jilbab, hahaha!” kata Novi dengan menyebut nama panggilan Ristana, yang akhirnya membuat mereka tertawa kecil.

“Eh, jangan salah ya, bisa kita buktikan, siapa yang lebih cantik nanti kalau semuanya berani pakai jilbab!” kata Ristana menantang. “Yang jelas gua berani pakai jilbab. Siapa lagi yang berani?”

“Siapa takut?” sahut Indah.

“Gua gak takut pakai jilbab,” kata Iyut Nirmala pula.

“Ofi, lu gimana?” tanya Ristana kepada Novi.

“Mau ditaruh di mana muka gua, kalau gua takut?” tantang Novi pula.

“Duo-K?” sebut Ristana.

Windi Anggita dan Ade Irma sama-sama terdiam dengan wajah mengerenyit. Semua memandang pasangan kompak itu, menunggu jawaban.

“Kalian jahat,” rutuk Ade Irma merengut. “Gua terpaksa ikut.”

“Apa boleh buat. Tapi gua enggak jamin, kalau gua benar-benar enggak tahan, gua lepas jilbab gua!” ujar Windi.

Oke, deal!” pekik Rina seraya tersenyum senang. Lalu serunya, “Dari sini kita langsung ke DM cari baju dan jilbab!”

“Yang bayar siapa?” tanya Iyut Nirmala.

Secara serentak lima gadis lainnya menunjuk Rina, membuat gadis cantik berhijab itu mendelik, tapi lalu tertawa.

“Tapi, jika ada yang copot jilbab sebelum acara pengajiannya selesai, harus bayar baju yang gua beliin. Setuju?” kata Rina.

“Setuju!” jawab yang lainnya serentak.

“Ayo!” ajak Rina seraya beranjak ke mobilnya.

Keenam lainnya pun beranjak ke mobil untuk pergi ke Mall Daan Mogot mencari pakaian muslimah.
Pagi harinya, Rina dan Novi berbagi tugas. Mobil Honda City Rina disetiri oleh Burhan, sopir pribadi keluarga Rina yang berusia 43 tahun. Mobil itu bertugas menjemput Barada, Indah Pertiwi, dan Iyut Nirmala.

Sementara Novi Andria yang menyetir sendiri mobil Avanza merah maroon-nya, bertugas menjemput Windi Anggita, Ade Irma dan Ristana.

Rina Viona kali ini mengenakan pakaian dan jilbab serba hitam, membuat wajah berkulit putih bersihnya terkesan bercahaya dalam kegelapan. Barada yang dijemput di depan gang lingkungannya, berpakaian hijau muda berkombinasi dengan warna putih. Ketika mobil Rina berhenti di depannya, Barada lebih dulu membungkuk hormat seperti orang Jepang kepada Pak Burhan.

Usai menjemput Barada, mereka pergi ke rumah Indah Pertiwi.

“Iwi...!” pekik Rina setengah histeris, merasa takjub ketika Indah Pertiwi keluar dari dalam rumahnya dengan balutan pakaian Muslimah warna kuning pisang. Keindahan ditonjolkan dari tepian jilbabnya yang memakai hiasan mengkilap. Garis merah di sepanjang tepian kain baju dan roknya mempermanis warna kuning itu.

Indah mendatangi mobil Rina dengan senyuman yang lebar. Tangan kanannya menenteng tas warna emas berpadu warna hitam.

“Pantas gak sih?” tanya Indah, berhenti berdiri di luar mobil.

Rina dan Barada tertawa.

Subhanallahu, subhanallah!” ucap Barada.

“Ayo naik, Bidadari Surga!” seru Rina tanpa pudar senyumnya.

Dengan senyum yang menunjukkan malu-malu, Indah segera masuk ke mobil.

Kehebohan pun ditunjukkan oleh ketiga gadis itu ketika menjemput Iyut Nirmala. Tawa mereka ketika melihat Iyut berpakaian muslimah warna pink dan kuning, membuat Iyut merengut.

“Gua batal ikut! Gua diketawain!” teriak Iyut merengut, tapi cantik.

“Eh eh eh! Siapa yang ngetawain? Ini tandanya senang, tahu!” seru Rina cepat.

“Iya, senang gua kelihatan lucu dan bego!” rutuk Iyut masih merengut kesal.

“Lu itu tampil paling cantik yang pernah gua lihat selama ini. Kalau elu gak percaya, tanya aja Badar yang enggak punya kepentingan politik,” kata Indah pula.

“Sedikit pun tidak ada kejelekan yang saya lihat dari penampilan Ala pagi ini,” kata Barada dengan menyebut nama panggilan Iyut.

“Kalau enggak mau naik, kita tinggal nih!” kata Rina mengancam.

Iyut yang bermodal tas biru kecil bertali itu akhirnya tersenyum lalu bergegas masuk ke mobil.

Sementara itu, Novi menyetir sendiri mobil merah maroon miliknya. Pagi ini, sama seperti sahabat-sahabatnya, ia mengenakan pakaian Muslimah, pakaian yang selama ini sangat dibencinya. Namun, seiring Rina memutuskan berhijab dan setiap hari akrab dengannya, kebencian Novi terhadap jilbab pun secara samar memudar dengan sendirinya. Dan faktanya, hari ini Novi tampil lebih cantik dengan pakaian menyejukkan mata itu. Wajah putih cantiknya dibalut dengan jilbab putih dan tubuhnya dibungkus oleh gamis warna merah maroon yang memiliki motif gambar mawar kuning di sekeliling pinggang dan ujung rok. Kacamata hitam membuat penampilannya kian modis dengan bibir berlipstik merah.

Novi bertugas menjemput Duo-K alias Windi dan Ade Irma di rumah Windi. Ade Irma malam tadi menginap di rumah Windi, sahabat kentalnya. Hasilnya, Windi dan Ade keluar dari rumah dengan berpakaian Muslimah bermodel sama tapi berwarna cerah yang berbeda. Pakaian Windi didominasi warna merah, sedangkan Ade Irma didominasi warna oranye. Panjang roknya hanya sebatas betis, tapi ujung kaki tetap tertutupi dengan celana dan kaos kaki. Warna tas bawaan mereka pun disesuaikan dengan warna dominan mereka. Keduanya memakai warna bibir ungu samar dengan kelopak mata pun berwarna ungu samar.

Novi hanya tersenyum melihat kedua sahabatnya. Justeru Windi dan Ade Irma menjerit heboh melihat penampilan Novi, meski baru melihat separuh badan.

“Iiih, Ofi! Kok cantik banget sih?” teriak Ade Irma setelah menghampiri Novi.

“Benar. Kok cantik banget ya? Kita jadi enggak pede,” kata Windi.

“Memang lu berdua enggak kelihatan cantik?” tanya balik Novi, meski di dalam hatinya sangat tersanjung oleh respon kedua sahabatnya.

“Ya cantik, dong!” jawab Ade sambil bergerak masuk ke mobil, duduk di kursi tengah. “Tapi kan enggak secantik Ofi.”

Windi pun segera masuk, lalu katanya dengan ucapan yang cepat tanpa titik koma lagi, “Lu tahu enggak, Ofi? Keluarga besar gua tadi malam langsung heboh dan pada nganggap kita berdua mau manggung di karnavalan. Lebih gelo laginya, nyokap gua, elu tahu sendiri nyokap gua kayak apa anti-Islamnya. Masa kita berdua dibilang gila, yang benar aja. Nyokap gua sampai segitunya, gila gak tuh. Bokap sih ketawa-ketawa doang, tapi ujung-ujungnya ngasih nasehat yang nyelekit. Bokap bilang begini, ‘Elu berdua jangan sembarangan, itu pakaian keramat. Kalau mau pakai, pakai sekalian. Kalau enggak niat, jangan coba-coba, nanti elu berdua kualat’. Gitu kata Bokap. Terus, adik tomboy gua enggak berhenti ngejekin kita sampai mau tidur pun dia masih ngejekin. Kalau bukan karena dukungan Kak Rudy, kita udah batal ikut.”

“Masa, Kak Rudy ngedukung?” ucap Novi seakan tidak percaya, ia pun menjalankan mobilnya untuk pergi ke rumah Ristana.

“Gua aja adiknya kagak percaya. Selama ini, kita tahu Kak Rudy drumer band rock yang suka manggung di Lavender Cafe di Matraman sana. Kak Rudy pacarnya juga rocker. Eh, tahu enggak?” kata Windi penuh semangat.

“Enggak,” jawab Novi sambil tetap fokus ke jalanan.

“Pacar Kak Rudy ternyata hijaber. Kak Rudy buka rahasia buat semangatin kita supaya berhasil pakai jilbab di hari ini. Minimal sehari ini. Gua enggak kebayang kalau rahasia Kak Rudy bocor ke orang rumah,” kata Windi.

“Jelasnya gua patah hati lagi,” celetuk Novi.

“Patah hati?” tanya Ade Irma tidak mengerti, tapi kemudian dia menebak sendiri jawabannya, “Ofi diam-diam naksir Kak Rudy, ya?”

“Iya, Fi?” tanya Windi pula sambil memajukan wajahnya ke depan untuk melihat wajah Novi.

“Ah, Cuma naksir sedikit. Kalau kakak elu itu sudah punya pacar, ya gua cari target baru,” kata Novi terkesan santai.

“Nanti deh gua kasih tahu ke Kak Rudy kalau elu naksir dia,” kata Windi.

“Eh, jangan coba-coba!” ancam Novi.

Jalan raya Ahad pagi yang masih sepi membuat mereka hanya perlu sepuluh menit untuk sampai ke depan rumah Ristana yang cukup besar dan bertingkat, tapi terkesan sederhana. Rumah berpagar tembok itu hanya memiliki dua kombinasi warna, yaitu kuning dan hitam. Tak ada garasi menyebabkan dua mobil mewah milik keluarga Ristana diparkir di halaman yang tidak terlalu luas.

Tit tit!

Novi membunyikan klakson di depan pintu pagar yang tertutup rapat dan tidak memiliki celah yang cukup untuk bisa melihat ke halaman dalam.

“Siap!”

Satu teriakan terdengar dari dalam halaman. Suara itu adalah suara milik Ristana.

Tak lama kemudian, pintu kecil dari gerbang terbuka.

“Wow! Iis!” pekik Ade Irma terkejut.

“Gila!” ucap Windi pula saking takjubnya.

“Wah! Elu benar-benar ngebohongin kita, Is,” kata Novi pula. “Elu ternyata nyimpan kecantikan hebat selama ini. Gua ngaku kalah sama elu untuk urusan dandanan kayak begini.”

Ristana hanya tersenyum setengah malu mendapat respon demikian dari ketiga sahabatnya.

Ristana yang biasa dipanggil “Iis”, sehari-hari selalu tampil dengan gaya tomboy berambut pendek. Sedikit pun tidak pernah ada polesan kosmetik kecantikan di wajahnya, sehingga selama ini kecantikannya tampil alami.

Namun, Ristana yang kemarin tomboy seolah lenyap di hari ini. Hari ini, tidak ada lagi Ristana tomboy, yang ada adalah seorang gadis muslimah berbaju panjang warna navy dan berjilbab warna serupa. Jilbabnya dihiasi bros bunga matahari kecil yang posisinya di atas dada kanan. Meski pakaian muslimahnya cukup sederhana, tapi wajah putih cantik yang berdandan dengan takar polesan yang pas, membuat kecantikan Ristana bertambah dua kali lipat dari sebelumnya. Novi dan Duo-K yang sehari-hari selalu mengutamakan polesan bedak dan gincu di wajahnya, mengakui bahwa riasan di wajah Ristana terlihat sempurna.

Dengan langkah khasnya tetap seperti laki-laki, Ristana masuk ke mobil tanpa sepatah kata. Ia hanya terus tersenyum dan tertawa kecil.

“Kalau gua tahu dari dulu kalau elu secantik ini, Is, udah gua pacarin,” kata Windi, lalu ia dan Ade Irma tertawa nyaring.

“Siapa yang ngedandanin elu, Is?” tanya Novi seraya tersenyum. Baginya, penampilan Ristana hari ini benar-benar satu kejutan yang tidak tertebak.

“Gua sendiri,” jawab Ristana.

“Tipu,” tuding Ade Irma tidak percaya.

“Mama gua kan punya salon kecantikan,” kilah Ristana.

“Gua enggak sabar mau lihat reaksi Rina pas lihat elu, Is,” kata Windi.

“Elu benar-benar kayak ratu kecantikan, Is,” kata Novi masih memuji.

“Sudahlah, gua kan cuma menang di dandanan. Buktinya, pas gua enggak dandan, elu semua biasa aja,” ujar Ristana.

Mereka pun tertawa.

Usai tugas penjemputan, mobil Rina dan Novi saling bertemu di titik yang telah mereka tentukan.

Kehebohan dan pesta tawa pun tercipta ketika kedelapan gadis belia berjilbab itu bertemu dan berkumpul sebelum melanjutkan perjalanan ke Bogor. Mereka saling memuji yang menciptakan kesenangan khusus di antara mereka.

Ristana, memang akhirnya menjadi bintang di antara mereka. Rina Viona yang terkenal sebagai ketua geng mereka dan dinilai yang tercantik, memuji dan mengakui kecantikan Ristana yang seolah sempurna. Indah Pertiwi dan Iyut Nirmala bahkan bergiliran memeluk Ristana karena begitu gembiranya mendapati sahabat tomboy mereka tampil menjadi benar-benar perempuan.

Sementara Barada, meski tidak begitu larut dalam kehebohan teman-temannya, tapi dalam hati ia merasa sangat bersyukur. Sebab, hari ini ia setidaknya memiliki peran sehingga bisa membuat kelompok geng perempuan itu semuanya mengenakan pakaian muslimah, walaupun di keesokan harinya mereka kembali berpakaian seperti biasa, yaitu berpakaian yang menampakkan aurat mereka.

“Ya Allah, Engkau Maha Membolak-balik hati hamba-Mu,” ucap Barada lirih seraya memandang tersenyum melihat kegembiraan ketujuh anggota Geng Bintang Tujuh itu. Lalu ucapnya lagi mendoakan, “Semoga Allah menjadikan kalian Muslimah Bintang Tujuh.” (RH)



Berlanjut: Awang Amir Khan (14)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar