Ilustrasi: karakter Auron di Final Fantasy X. (Gambar: Wikia.com) |
Novel: Ratu Suku Lix
Oleh Rudi Hendrik
Tahun 2017
Bab Sebelumnya:
Zerzzz!
Tiba-tiba dari bawah telapak kaki Garda menjalar sinar merah
dan menyelimuti seluruh tubuh lelaki itu. Seiring itu, sosok berselimut sinar
merah itu melompat menerjang dada Afrizal.
Buk!
“Hukh!” keluh Afrizal seiring tubuhnya terjengkang keras dan
terhenti di pinggir kolam.
Belum lagi Afrizal berbuat sesuatu, sosok merah sudah datang
dan menginjak tangan kirinya.
“Akh!” jerit Afrizal kesakitan, ia merasakan seolah
tulang-tulang tangan kirinya hendak berpatahan diinjak, karena tekanan injakan
itu terlalu berat, tidak seperti injakan kaki biasa.
Orang yang menginjak tangan Afrizal bukanlah Garda Prabowo,
melainkan seorang lelaki berjubah merah berambut merah gelap. Ia memakai
kacamata hitam. Kerah jubahnya tinggi dan besar, berdiri melingkar menutupi
sebatas bibir. Tangan kanannya yang bersarung tangan merah memegang sebuah
pedang besar dan panjang. Sementara tangan kirinya berada dalam baju dan
menyembul lewat belahan depan jubah, keadaannya mirip seperti tangan yang
sedang patah. Sabuknya tebal dan juga berwarna merah. Ada sebuah kendi besi
menggantung di sisi kiri pinggang. Dia adalah Trakko, sosok Harzai dari Dinasti
Api Langit.
Melihat perubahan Garda menjadi Harzai, Afrizal langsung
sadar bahwa akan terjadi tindak pembunuhan terhadap dirinya, karenanya ia ingin
juga berubah menjadi Harzai yang bernama Dho Gho. Cara untuk berubah menjadi
Dho Gho, ia harus menyentuh lengan kanannya dengan tangan kiri. Namun, Garda
rupanya sudah mengantisipasi dengan cara menginjak tangan kiri Afrizal,
sehingga pemuda itu tidak bisa menyentuh benda ajaib yang tertanam di lengan
kanannya.
Kini, ujung pedang Trakko sudah menempel di kulit leher
Afrizal. Pemuda itu hanya memejamkan mata dengan wajah mengerenyit. Ia pun
harus pasrah jika detik berikutnya ia telah masuk ke alam arwah seiring
putusnya leher miliknya.
“Saya tahu kamu adalah seorang Harzai. Jika saya ingin,
seharusnya kamu sudah saya bunuh sejak pertama kali kita bertemu dan saya bisa
memakan Permata Harzai-mu. Namun, sebagai seorang Harzai, tidak mungkin kamu
memilih mati sebagai seorang pengedar narkoba, kecuali kamu saat ini tidak tahu
apa yang kini menyatu di dalam tubuhmu. Aku yakin kamu adalah seorang yang
belum mengerti tentang Harzai. Dan saya yakin, kamu adalah seorang Harzai yang
belum pernah membunuh dan bertarung dengan Harzai lain,” kata Trakko dengan
logat dan suara milik Garda Prabowo.
Tampak Dhoni Sardi serta Del dan Joy tidak terkejut dengan
perubahan yang dilakukan oleh Garda.
Trakko lalu menarik pedangnya menjauh dari leher Afrizal
yang menatap Trakko dengan tatapan penuh takut. Trakko menancapkan pedangnya ke
lantai, membuat senjata sepanjang tinggi pemiliknya itu berubah menjadi
partikel halus yang bersinar lalu lenyap seolah menguap.
Bret!
Dengan tetap menginjak tangan kiri Afrizal, Trakko
membungkuk dan meraih lengan baju jaket Afrizal lalu merobeknya dengan paksa.
Robekan itu juga merobek lengan baju Afrizal. Maka tampaklah lengan tangan
kanan Afrizal. Sinar biru redup seketika menyeruak dan bercokol di lengan itu.
Sinar biru itu bersumber dari sebuah batu permata berwarna biru yang tertanam
menyatu dengan daging lengan Afrizal.
Setiap lelaki yang mendapatkan Permata Harzai untuk pertama
kalinya, akan mendapati permata pengubah wujud itu tiba-tiba telah tertanam
sendiri di lengan kanan. Untuk berubah ke wujud Harzai, cukup tangan kiri
menyentuh Permata Harzai di lengan kanannya.
Permata biru itu adalah batu yang ditemukan oleh Afrizal di
lahan pertanian Pondok Pesantren Ash-Shiroth, batu yang membuatnya berubah
menjadi sosok prajurit Mandarin yang tangguh.
“Permata Harzai Dinasti Perwira Fajar,” kata Trakko
mengenali jenis permata di lengan Afrizal. “Cahayanya sangat jelas menunjukkan
bahwa kamu belum pernah membunuh, Afrizal.”
“Lepaskan saya, Bos!” kata Afrizal seraya menahan sakit dan
tangan kanannya memegangi kaki Trakko yang kuat.
“Siapa nama Harzai-mu?” tanya Trakko tanpa menarik
injakannya.
“Dho Gho!” jawab Afrizal setengah menjerit. Afrizal bisa
tahu nama Harzai-nya karena memang bagi orang yang baru menjadi Harzai akan
beberapa kali bermimpi tentang indentitas Harzai-nya. Hal itu terjadi bagi
setiap Harzai. Melalui mimpi, seorang Harzai akan mengetahui nama, asal suku dan
dinastinya.
“Saya akan melepaskan kamu jika kamu bekerja untuk saya,”
kata Trakko. “Atau kamu saya bunuh dan membiarkan anak buah saya mengambil
Permata Harzai milikmu?”
Afrizal tidak menjawab. Ia memilih diam.
“Baik, ini tawaran terakhir saya. Anak buah saya sedang
mengintai kediaman Ringgo. Kalau kamu menolak, Ringgo dan anak gadisnya, Alice,
akan mati. Bagaimana?” tanya Trakko. Ia akhirnya menarik kakinya dan berbalik
berjalan ke arah kursinya, seolah urusan dengan Afrizal sudah selesai. Saat
berjalan itu, tubuh Trakko kembali diselimuti sinar merah lalu berubah menjadi
Garda seiring lenyapnya sinar merah. Garda duduk dan meraih cangkir kopinya.
Afrizal bangkit dengan wajah meringis kesakitan. Lengan
kirinya seolah lumpuh.
“Zal, kamu lihat pria botak itu!” kata Garda sambil menunjuk
Dhoni Sardi yang sejak tadi hanya diam menyaksikan. “Dia juga seorang Harzai
yang bernama Wors....”
“Apa itu Harzai?” tanya Afrizal memotong.
“Hahaha!” Garda tertawa mendengar pertanyaan Afrizal.
“Rileks, Bung. Ayo duduk, lupakan yang tadi.”
Mau tidak mau, Afrizal menurut. Ia bergerak dan pergi duduk
satu meja dengan Garda, meski sorot matanya menunjukkan kemarahan yang tinggi.
Afrizal harus mengaku kalah, demi keselamatan Ringgo dan Alice, juga dirinya.
Jika ia hidup, ia masih punya kesempatan untuk melakukan perbaikan, dari pada
harus mati sebagai kurir narkoba.
“Dari mana kamu mendapatkan Permata Harzai itu?” tanya
Garda.
“Dari tanah cangkulan pesantren.”
“Kamu pasti diusir dari pesantren karena kamu disangka
sebagai siluman jejadian. Permata Harzai yang menyatu di lengan kamu adalah
permata ciptaan dari sebuah teknologi tinggi yang menyimpan imajinasi tingkat
tinggi. Batu Permata Harzai banyak tersebar di seluruh dunia. Namun yang jelas,
saya merasa diuntungkan dengan memiliki Permata Harzai. Yang harus penting
untuk kamu ketahui, menjadi seorang Harzai berarti menjadi seorang
pembunuh....”
“Apa?!” kejut Afrizal. “Saya tidak akan menjadi seorang
pembunuh!”
“Tidak bisa, tidak bisa. Kamu sudah terperangkap oleh
kondisi, Zal. Menjadi seorang Harzai otomatis dia harus siap diburu dan
dibunuh, atau sebaliknya. Membunuh Harzai yang lain adalah kebutuhan seorang
Harzai untuk memperkuat diri agar tidak menjadi santapan Harzai yang lain.
Seharusnya saya membunuh kamu, tapi saya lebih membutuhkan kamu dalam kondisi
hidup. Suatu saat nanti, Harzai lain akan datang menuntut nyawamu.”
“Bagaimana Harzai lain bisa mengenali bahwa saya adalah
Harzai?” tanya Afrizal, ia benar-benar tidak tahu tentang hal itu.
“Setiap Harzai pria bisa dikenali di lengan kanannya dan
Harzai wanita di lengan kirinya. Kamu lihat di lengan kananku?”
“Iya.”
“Setiap Harzai adalah petarung-petarung super layaknya super hero yang ada di komik-komik dan
film-film. Bangsa Harzai akan mengacaukan peradaban manusia biasa. Nanti akan
tiba waktunya, bangsa Harzai akan memegang dunia dan mengendalikan peradaban
dunia ini. Seperti kamu, saat ini Harzai di seluruh penjuru dunia dalam fase
pencarian jati diri, bahkan beberapa Harzai sudah mulai menginjak lantai politik untuk masuk ke pemerintahanan.
Jika kamu tidak mau jadi pembunuh, bekerjalah untukku. Harzai yang memburu kamu
bisa jadi tanggung jawab saya. Oke?”
“Baik,” jawab Afrizal akhirnya.
“Deal?” kata Garda
sambil ulurkan tangan kanannya untuk berjabatan dengan Afrizal.
Tanpa senyum, Afrizal pun menjabat tangan Garda.
“Selamat bergabung!” ucap Garda seraya tersenyum kecil.
“Satu pesanku, jangan pernah berurusan dengan Dhoni, dia Harzai yang haus
membunuh.”
“Lalu apa pekerjaan saya?” tanya Afrizal.
“Mudah, kamu cukup mendampingi anak buah saya ketika ada
transaksi besar. Jika ada kericuhan yang tidak dikehendaki, kamu harus berubah
menjadi Harzai untuk melindungi barang dan anak buahku. Urusan kamu dengan
Ringgo, saya yang akan selesaikan. Besok kamu istirahat penuh. Lusa, kamu
datanglah ke mari sebelum zuhur. Paham?”
“Baik.”
“Tenang saja, saya bayar tinggi kamu. Ingat, tidak ada
ceritanya seorang Harzai pernah ditangkap polisi.”
“Lalu bagaimana dengan barang yang dicuri itu?” tanya
Afrizal.
“Itu urusan Ringgo. Jika barang itu sampai jatuh ke tangan
polisi, jelas kamu juga akan dicari polisi. Tidak perlu cemas, hanya Harzai
bodoh yang tidak bisa mengatasi polisi,” kata Garda. “Ayo, habiskan minumnya.”
(RH)
Berlanjut: Emosi Sang Ratu (11)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar