Ilustrasi: Mafia New York City. (Gambar: NYC Gangster Mob Tour) |
Novel: Ratu Suku Lix
Oleh Rudi Hendrik
Tahun 2017
Bab Sebelumnya:
“Aaa...!”
Jeritan yang berasal dari luar di pinggir jalan,
membuat kedua gadis itu terdiam menyimak dan memandang ke arah luar. Seiring
itu, satu suara mesin mobil terdengar keras datang mendekat.
Keterdiaman Hilwa dan Marli dikejutkan lagi oleh
sebuah mobil truk yang tahu-tahu menabrak masuk ke dalam warung bakso besar
itu.
Sejumlah pengungjung yang sedang makan berhamburan
panik. Beberapa orang bahkan terjatuh bersama meja dan makanannya.
Aning dan seorang lagi anak buah Hilwa yang sedang
berada di gerobak mempersiapkan beberapa porsi, terkapar berlumur darah, karena
mereka terkena langsung tabrakan truk yang menghancurkan gerobak dan tiang.
Hilwa dan Marli yang duduk di ruang dalam, awalnya
menyangka tabrakan itu adalah insiden kecelakaan belaka, sehingga truk itu bisa
menyasar ke warung bakso tersebut.
Zerzzz!
Sinar hijau muncul dari telapak kaki Hilwa yang
kemudian menyelimuti tubuhnya dan mengubahnya menjadi sosok yang lain. Seiring
lenyapnya sinar hijau itu, Hilwa kini adalah sosok gadis Korea yang jelita
bergaun serba hijau. Itulah sosok Haxi, Ratu Suku Lix.
Hilwa memilih berubah ke wujud Harzai karena ia
melihat ada gelagat yang tidak wajar. Ia cepat menyimpulkan bahwa tabrakan itu
bukan sekedar kecelakaan yang tidak disengaja.
Dugaan Hilwa menjadi benar ketika sopir truk yang
tidak terluka, memundurkan truknya. Kemudian truk dimajukan kembali untuk
menabrak kedua kali. Melihat gerakan itu, pengunjung yang masih berada di
dalam, jadi kian panik dan buru-buru berlari keluar, termasuk beberap pegawai
Hilwa.
Brakr!
Kian parah kerusakan resto kecil itu. Air panas dari
beberapa dandang besar di gerobak bakso membanjiri warung itu, tapi tidak
sampai ke ruang dalam yang lantainya lebih tinggi.
Sest!
Satu tali sinar hijau melesat tanpa putus menembus
kaca depan truk. Ujung tali sinar hijau itu membelit leher sopir truk hingga ia
tercekik. Sopir itu pun memegangi lehernya dengan gelagapan.
Haxi yang memegang ujung lain tali sinar itu,
menarik menghentak.
Prakr!
Begitu keras tali sinar ditarik menarik leher si
sopir, hingga kepalanya menghantam kaca mobil di depannya. Kaca pun pecah. Haxi
kembali menarik.
Prakr! Blugk!
Kali ini tubuh si sopir yang tertarik keras hingga
keluar dari mobil. Ia jatuh di lantai yang basah oleh air panas. Namun, lelaki
itu tidak bereaksi lagi, nyawanya telah melayang.
Ctas!
Haxi kembali melecutkan tali sinarnya yang adalah
Energi Tarung bernama Lecutan Ekor Naga. Ujung tali sinar itu mengenai mulut
truk. Mobil besar itu pun terdorong mundur dengan kepala yang ringsek parah.
Truk itu terdorong mundur ke luar.
Sejumlah warga yang menonton di belakang truk segera
berlarian menghindar. Truk terus bergerak mundur hingga keluar ke jalan raya.
Bdruakr!
Pas. Sebuah mobil Carry hitam yang sedang melesat
cepat, menghantam pantat truk. Orang-orang sekitar yang dikejutkan oleh
penabrakan itu, kian dikejutkan oleh tabrakan maut berikutnya. Mobil Carry
hitam terpental hebat lalu menabrak toko kelontong tanpa ampun. Toko itu pun
porak poranda. Sementara truk hanya terseret ke pinggir jalan dalam kondisi
depan dan belakang rusak parah.
Ciiit!
Beberapa saat kemudian. Sebuah mobil Carry merah
berhenti mendadak dengan jeritan rem yang mengejutkan. Mobil itu berhenti tepat
di depan warung bakso Hilwa yang telah rusak parah. Pintu tengah kanan-kiri dan
belakang mobil dibuka serentak. Tujuh orang lelaki berpakaian bebas berkeluaran
dari dalam mobil. Yang lebih mengejutkan lagi, mereka berbekal senjata api
jenis AK-47.
Dor... dor... dor...!
Tanpa ba bi bu atau a i u terlebih dahulu, ketujuh
lelaki itu memberondong ke dalam warung bakso.
Marli cepat melompat ke balik tembok.
Tak ayal lagi, restoran kecil itu dihujani peluru. Semua
yang tidak berlindung hancur dan pecah. Tembok-tembok berompalan. Bahkan,
seorang anak buah Hilwa yang tadi terluka, harus lepas nyawa bersimbah darah.
Demikian dahsyatnya serangan sekelompok orang tak
dikenal itu membuat debu dan asap seketika memenuhi tempat tersebut, menutupi
pemandangan. Namun, orang-orang itu terus saja menembak.
Masyarakat sekitar hanya bisa berlindung, mereka
mengintip kejadian yang tidak mereka percayai bisa terjadi di kota besar itu
dan dilakukan siang hari dengan cara terbuka. Tidak ada warga yang berani
mendekat, yang dekat justru menjauh, khawatir jadi sasaran tembak pula.
Setelah sekitar semenit lamanya memberondong,
akhirnya tembakan berhenti. Peluru telah habis. Selongsong peluru berserakan di
sekitar kaki-kaki para penyerang tersebut. Semuanya menunggu debu yang menutupi
pemandangan dalam rumah makan bakso itu buyar.
Ctas! Bak!
Tiba-tiba dari balik kabut debu melesat cemeti sinar
hijau dan mencambuk dada seorang lelaki di antara mereka. Lelaki itu terpental
ke belakang dan menghantam badan mobil di belakangnya.
Alangkah terkejutnya para penyerang itu. Seiring
menipisnya kabut debu itu, satu sosok hijau melangkah ke luar menyibak kabut.
Sosok wanita itu memegang seutas cemeti tali sinar hijau di tangan kanannya. Ia
tidak lain adalah Haxi, Ratu Suku Lix.
Sosok Haxi akhirnya terlihat jelas oleh para lelaki
itu. Mereka melihat bahwa gadis jelita itu tidak mengalami luka sedikit pun.
Tidak ada darah yang terlihat di pakaiannya. Padahal tadi, mereka sangat jelas
melihat Haxi dihujani oleh peluru dan wanita itu tidak berlindung pada sesuatu
pun.
Kaki kanan Haxi menghentak kecil ke depan.
Sest!
Balrr!
Dari ujung kaki kanan Haxi melesat cepat sinar hijau
di permukaan lantai semen melewati antara kaki-kaki para lelaki itu. Sinar
hijau itu menghantam mobil Carry merah. Energi Tarung bernama Naga Membelai
Bumi itu meledakkan mobil tersebut, meledak tanpa api. Mobil itu hancur
berlesatan ke mana-mana. Bahkan, satu pintunya mengenai warga di luar sana. Dua
lelaki yang sebelum ledakan berada di dalam mobil, kini telah tergeletak tanpa
nyawa di jalan beraspal.
Ledakan mobil itu juga membuat keenam lelaki
bersenjata yang tersisa jadi berubah ketakutan. Terlihat perubahan wajah-wajah
bengis mereka menjadi wajah yang panik seperti kehilangan darah. Kepanikan dan
ketakutan itu kian menguat ketika kaki-kaki mereka tidak bisa bergerak. Keenam
pasang kaki mereka telah diselimuti lapisan es tebal yang menyatu dengan
lantai. Mereka tidak tahu dari mana asal es itu.
Lapisan es yang merupakan Energi Tarung bernama
Segel Es milik Haxi itu, membuat keenam lelaki tersebut tidak bisa berkutik.
Senjata yang masih mereka pegang pun sudah tidak berpeluru.
Cambuk sinar di tangan kanan Haxi lenyap begitu
saja. Selanjutnya, tangan kiri Haxi menghentak berulang-ulang dengan cepat.
Baks baks baks...!
Lima bayang telapak hijau samar melesat beruntun dan
menghantam lima dada dari keenam lelaki yang tersisa. Daya tabrak bayangan
telapak tangan yang begitu kuat membuat kelima lelaki itu jatuh terbanting ke
belakang. Sementara kedua kaki tetap terbeku sebatas betis. Kelimanya seketika
tewas dengan kondisi dada penyok ke dalam. Tulang-tulang penopang rongga dada
mereka telah hancur remuk di dalam kulit dan daging. Darah pun banyak yang
keluar dari rongga mulut mereka.
Betapa ketakutannya satu lelaki yang tersisa.
“Haaa! Jangan bunuh! Ampun, ampuni gua!” teriak
lelaki itu ketakutan bukan main. Di sisi lain dari tubuhnya mengucur air hangat
yang perlahan terlihat membasahi celana jeansnya di bagian selangkangan.
“Kenapa merusak tempat usahaku?” tanya Haxi dingin
kepada lelaki itu.
“Perintah, Bos!” jawab lelaki itu cepat, khawatir
jika telat menjawab, nyawanya lebih dulu dicabut. Ia pun buru-buru membuang
senjata di tangannya, sebagai tanda menyerah.
Plak!
Keras sekali tamparan tangan kanan Haxi, tidak
sehalus dan selembut kulit tangannya yang cantik. Lelaki itu sampai jatuh dengan
wajah merah padam. Sementara kaki masih terpaku dalam kebekuan. Mulutnya
berdarah lantaran bibir yang pecah dan gigi pun tanggal. Susah payah lelaki itu
berusah berdiri kembali.
“Siapa bosmu?” tanya Haxi.
“Venus!” jawab lelaki itu cepat dengan wajah masih
merah, menyisakan perihnya tamparan.
“Aku tidak kenal. Kenapa menyerang tempatku?”
“Mau ambil sabu-sabu!”
“Bodoh!” maki Haxi.
Plak!
Satu tamparan lagi menghajar wajah lelaki itu. Ia
kembali jatuh dengan kaki terpaku. Tamparan itu melemahkan seluruh tenaganya.
Wajahnya pun kini membengkak. Ia tidak sanggup berdiri lagi.
“Mengambil bukan seperti itu caranya. Siapa yang
mengatakan bahwa aku memiliki sabu-sabu kalian?!” bentak Haxi.
“Sabu-sabu itu disimpan oleh Lidya!”
Orang yang menjawab justru Marli yang muncul di
belakang Haxi.
Haxi jadi terkejut dan berbalik memandang Marli.
Iiiuuu...! Iiiuuu...!
Suara sirene mobil-mobil polisi terdengar datang
mendekat.
“Polisi datang!” kata Haxi lalu berbalik berjalan
masuk ke dalam.
Marli mengiringi. Secara otomatis, lapisan es yang
membelenggu kaki keenam lelaki penyerang mencair drastis. Lelaki yang dibiarkan
hidup itu tidak bisa bangun lagi.
“Berarti Lidya ditangkap oleh sindikat narkoba,”
duga Marli.
“Pengakuan satu orang itu akan menunjukkan
keberadaan Lidya,” kata Haxi yang telah berubah kembali ke wujud Hilwa Fadia.
“Pergilah, urusan dengan polisi merepotkan!” (RH)
Berlanjut: Membuntuti Kekasih (15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar