Novel: Ratu Suku Lix
Oleh Rudi Hendrik
Tahun 2017
Bab Sebelumnya:
Hilwa Fadia akhirnya keluar dari kantor polisi. Gadis
berusia kepala tiga itu terus berjalan hingga ke jalan raya. Tiga jam lamanya
ia menjalani proses pemeriksaan sebagai korban. Ternyata di luar sana, sudah
menunggu Marli Sisilia dengan motor barunya. Motor itu selamat dari kerusakan
saat berada di warung bakso Sang Ratu Suku Lix.
“Bagaimana?” tanya Marli.
“Nanti aku akan diperiksa lagi bila ada perkembangan baru.
Harus datang jika dipanggil,” kata Hilwa tanpa senyum.
Marli menyalakan motornya. Hilwa naik ke belakang.
“Mereka mencurigaiku sebagai pelaku beberapa keanehan. Dari
hasil olah TKP, aparat menemukan berbagai kejanggalan yang didukung kesaksian
masyarakat yang melihat. Kompolnya seorang Harzai, perempuan. Ia yakin, pelaku
beberapa keanehan adalah Harzai berwajah Tionghoa, tapi ia tidak menemukan
tanda Harzai ketika memeriksa lenganku.”
“Di mana letak Permata Harzai seorang ratu suku?” tanya
Marli, belum menjalankan motornya.
“Di dalam jantung.”
“Di dalam jantung? Berarti, jika berhasil membunuh seorang
ratu suku, harus membongkar jantungnya untuk mengambil Permata Harzai
miliknya?” tanya Marli.
“Benar.”
“Ke mana kita?” tanya Marli lagi, sambil memasang helm di
kepala.
“Pergudangan Permata Kencana Blok G8,” jawab Hilwa.
“Pabrik narkoba?” terka Marli sambil tarik gas.
“Asal para penyerang brutal itu,” jawab Hilwa.
“Kita akan telat. Setengah jam yang lalu, satu pasukan
diberangkatkan. Pasti ke sana,” kat Marli.
Zerzzz!
Tubuh Hilwa dalam sekejam diselimuti sinar hijau dan berubah
jadi sosok Ratus Suku Lix, Haxi.
“Kau susul aku!” kata Haxi.
West!
Tubuh Haxi melesat terbang ke langit meninggalkan motor yang
sedang melesat kencang. Haxi terbang seperti Superman tanpa sayap. Para
pengendara jalan raya yang menyaksikan hal itu hanya terperangah takjub.
Seterbangnya Haxi, Marli pun langsung menggeber laju
motornya lebih kencang. Ia harus mengikuti kecepatan Haxi di udara. Sehingga,
Marli pun menjadi pembalap jalanan.
*******
Ternyata Venus tidak mati, tetapi kakinya terluka parah
karena ada tulang persendian yang patah, membuatnya tidak bisa berjalan. Kini
ia duduk di kantor seraya menahan sakit.
Venus sudah memerintahkan
anak buahnya untuk mengurus kekacauan yang terjadi. Mobil Venus yang
rusak sudah ditarik ke luar. Dia pun sudah menelepon “Bos Besar” dan
menceritakan pemberontakan orang baru yang bernama Afrizal. Karena laporan itu
lah, sebuah sedah putih kecil telah tiba di pabrik tersebut.
Seorang lelaki botak plontos turun dari mobil. Penampilannya
keren dengan kemeja mahal warna biru langit berbordir di jalur kancingnya.
Kacamata hitamnya mempergagah wajah bersihnya. Ia tidak lain adalah Dhoni
Sardi. Ia datang seorang diri.
“Mana Venus?” tanyanya kepada seorang anak buah.
“Di kantor, Bos.”
Dhoni segera berjalan ke kantor. Dari luar ia sudah bisa
melihat Venus yang duduk bersandar lemah dengan sirat wajah menahan sakit.
Dhoni langsung masuk.
“Kamu lihat, apa yang sudah diperbuat anak baru tukang
martabak itu!” teriak Venus lebih dulu marah kepada Dhoni.
“Seperti apa kekuatannya?” tanya Dhoni sambil duduk di
pinggiran meja sekretaris. Ia malah mengeluarkan sebatang rokok.
“Saya dilempar mobil seperti melempar ember. Sekarang dia di
rumah sakit!”
“Ringgo dan keluarganya akan mati karena kejadian ini, itu
kesepakatan dengan anak itu. Anak buah saya sudah menyerang ke rumah Ringgo,”
kata Dhoni bersikap santai. “Apa yang kamu lakukan sehingga membuat dia
berani?”
“Menghajar pelacur yang mencuri barang kita,” jawab Venus.
“Pantas. Dia itu jebolan pesantren, hatinya lembut. Dia itu
seperti saya, tetapi dia masih jagoan ingusan. Pabrik ini harus dikosongkan
sebelum polisi datang atau dia yang datang lagi.”
“Tapi saya bagaimana?” tanya Venus.
“Anak kucing!” maki Dhoni. “Sakit seperti ini kamu bisa
pergi ke rumah sakit atau tukang tulang sendiri. Apa perlu saya amputasi? Mana
anak buah kesayanganmu?”
“Saya suruh menghabisi keluarga perempuan setan itu.”
“Dasar ceroboh!” bentak Dhoni marah. Ia benar-benar marah. “Bagaimana
bisa kamu punya keputusan bodoh seperti itu? Itu bisa jadi titik awal
kehancuran kita. Benar-benar bodoh! Bodoh! Bodoh!”
Sementara itu, jauh di luar sana, di angkasa, melesat
terbang satu benda hijau. Benda yang tidak lain adalah sosok Haxi tersebut,
langsung menuju ke alamat letak pabrik yang dipimpin oleh Venus.
Haxi melihat jauh ke bawah, tepatnya ke jalan raya.
Iring-iringan mobil polisi melesat cepat beriringan. Suara sirenenya menyebar
nyaring. Dugaan Haxi, rombongan itu pasti menuju ke pergudangan.
Pada akhirnya, Haxi lebih dulu tiba di pergudangan. Ia turun
mendarat di atas pucuk bangunan pabrik lain yang berseberangan dengan pabrik
milik Venus. Ia yakin tidak salah alamat, karena di tembok dekat gerbang yang
rusak tertera angka besar bernomor G8 berwarna biru. Haxi dapat melihat
langsung sebagian aktivitas di dalam pabrik itu.
Haxi selanjutnya melesat terbang langsung masuk ke dalam
gedung pabrik lewat pintu besarnya yang terbuka. Tubuhnya bahkan sempat
melewati beberapa kepala pekerja. Haxi kini berdiri di atas tumpukan papan yang
tinggi.
Kemunculan Haxi yang tidak wajar itu seketika menciptakan
ketegangan di antara para pekerja. Pikir mereka, “Dunia apa ini?”
Belum lama mereka usai menyaksikan ada orang berubah seperti
Power Rangers atau Satria Baja Hitam, yang bisa mengangkat mobil dengan satu
tangan. Kini, mereka menyaksikan munculnya makhluk cantik yang bisa terbang
seperti burung. (RH)
Berlanjut: Ratu Haxi VS Wors (20)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar