Bu Polisi Nan Cantik (25)

Ilustrasi: polisi wanita Rusia. (Foto: Ramil Sitdikov/Sputnik)


Tahun 2017

Bab Sebelumnya:




Hilwa Fadia melangkah tergesa-gesa memasuki rumah sakit. Ia langsung menemui bagian informasi.

“Aku mau menjenguk pasien yang bernama Lidya yang belum lama masuk ke rumah sakit ini,” kata Hilwa kepada pegawai yang seorang wanita.

“Sebentar ya, Bu,” kata wanita muda itu sambil memeriksa data pasien di komputer. Lalu katanya kepada Hilwa, “Maaf, Bu, pasien bernama Lidya tidak ada. Pasien yang masuk beberapa jam lalu bernama Bambang dan Nuri.”

“Gadis remaja berseragam sekolah?” tanya Hilwa lagi.

“Gadis remaja hanya berok sekolah. Namanya Nuri, Bu.”

“Ya itu. Kamar nomor berapa?”

“206 di lantai 2.”

“Terima kasih.”

Hilwa pun segera pergi ke lift.

Di saat yang sama, Marli Sisilia muncul di pintu. Namun, Hilwa sudah masuk lift. Marli segera ke bagian informasi.

“Mbak, ibu yang tadi ke kamar nomor berapa?” tanya Marli.

“206 lantai 2,” jawab wanita bagian informasi.

“Terima kasih,” ucap Marli tersenyum lalu segera menuju lift. Di sana, Marli harus menunggu. Dipandangnya lampu angka yang menyala bergantian, menunjukkan posisi lift berada.

Pintu lift akhirnya terbuka. Keluarlah seorang suster dan Marli melangkah masuk. Setelah menekan angka 2, lift kembali tertutup dan naik. Hanya berselang detik, pintu pun kembali terbuka. Marli melangkah ke luar. Baru saja berbelok, Marli menghentikan langkahnya.

Beberapa meter di depan sana, ada seorang wanita berseragam polisi perempuan yang membelakangi Marli, tapi menghadap kepada Hilwa Fadia.

Marli bisa melihat ada tanda Harzai di lengan kiri si ibu polisi. Ia tidak lain adalah Komisaris Polisi Sucitra Dewi, seorang Harzai yang secara sembunyi membuntuti kepergian Haxi jelmaan Hilwa.

“Aku tahu kau seorang Harzai, meski tanda itu tidak tampak di lenganmu. Kau yang telah membunuh di pergudangan. Menyerahlah!” kata Kompol Sucitra.

“Harzai tidak bisa ditangkap dan ditahan dengan penjara biasa, Bu Polisi. Kamu harus tahu bahwa aku adalah seorang ratu suku dari Dinasti Ern. Jangan berurusan denganku. Aku tidak mau membunuh aparat penegak hukum,” kata Hilwa.

“Jika demikian, aku akan bertindak tegas!” tandas Sucitra.

Zerzz!

Terkejut Sucitra Dewi saat mendengar suara yang akrab baginya muncul di belakangnya. Seketika ia berbalik. Ternyata Marli telah berubah menjadi Shehree, gadis mungil berambut biru terang dan berpupil mata biru.

Dengan tenangnya Shehree berjalan lewat di depan Sucitra. Bu polisi itu membiarkan Shehree berlalu ke dekat Hilwa.

“Biar saya yang urus, Kak,” kata Shehree.

Hilwa hanya tersenyum. Ia pun segera pergi mencari kamar nomor 206. Sementara Shehree kini berhadapan dengan Sucitra.

“Hanya pembunuhan yang akan terjadi bila Bu Polisi memaksakan diri untuk menangkap seorang Harzai. Tentunya Bu Polisi lebih tahu dibandingkan saya yang lebih muda,” kata Shehree.

“Tidak membedakan apakah dia orang biasa atau seorang Harzai. Seorang kriminal tetap harus diringkus!” tandas Sucitra.

“Adalah salah jika seorang pengayom rakyat harus membunuh tanpa alasan. Ratuku membunuh penjahat yang tidak bisa diringkus oleh polisi dan dalam usaha menyelamatkan keponakannya. Jika Bu Polisi ingin menangkap ratuku, itu akan sangat berat. Sebab, seorang Jenderal Perang-nya kini berdiri di depan Anda.”

“Menyerahlah!” perintah Sucitra.

“Tahanan apa yang bisa mengurung seorang Harzai?” tanya Shehree.

“Tangannya harus dijauhkan dari lengannya dan tangannya harus diamputasi!” jawab Sucitra.
“Jika demikian saya tidak akan suka untuk menyerah. Lebih baik kita kembali ke urussan kita masing-masing. Bagaimana?” kata Shehree.

“Saranmu ditolak. Kau pun harus aku tangkap!” tegas Sucitra lalu tangan kanannya menyentuh lengan kirinya.

Zerzz!

Sosok polisi Sucitra kini berubah setelah diselimuti sinar kuning sejenak. Kini di hadapan Shehree berdiri sesosok wanita muda nan cantik bertubuh langsing. Pakaiannya tertutup ketat dari ujung kaki sampai leher. Berwarna kuning bergaris-garis hitam dan terbuat dari bahan bagus yang elastis. Rambutnya kuning terang pendek seleher. Kesepuluh jari-jari tangannya yang lentik juga terbungkus sarung tangan elastis berwarna kuning. Ialah seorang Harzai bernama Wind.

“Waw, cantik!” ucap Shehree memuji seraya tersenyum. Namun, dalam hati ia harus berhati-hati, sebab ini adalah lawan baru yang belum jelas sejauh mana kehebatannya. Lalu katanya kepada Wind, “Kita damai, bagaimana?”

“Bersiaplah!” seru Wind.

“Tapi ini tempat orang-orang sakit, kita bermain di luar!” seru Shehree lalu berlari ke arah jendela.

Prank!

Shehree melesat cepat dan menjebol jendela kaca besar keluar dari bangunan rumah sakit. Wind segera mengejar.

“Ohh!”

Terdengar suara keterkejutan orang-orang di sekitar rumah sakit yang melihat peristiwa tidak biasa itu.

Wind tidak bisa melesat terbang seperti Shehree, karenanya ia melompat turun ke bawah. Kini Shehree berdiri di atas gapura depan masuk rumah sakit. Ia menunggu tindakan Wind. Sosok Shehree yang aneh jelas menjadi pusat perhatian dan kehebohan oleh warga sekitar.

Wind yang juga berpakaian aneh menjadi pusat perhatian. Ia berdiri beberapa meter dari gapura.

Wind kemudian membungkuk dan menyentuhkan kakinya ke aspal jalan. Setelah itu, ....

Betapa terkejutnya Shehree ketika merasakan tempatnya berdiri bergerak. Ternyata ia mendapati dirinya berdiri di atas kepala seekor ular raksasa. Shehree melompat tinggi ke udara. Kepala ular langsung meluruk ke atas dengan mulut terbuka lebar.

Bruzz! Brakr!

Tahu-tahu, tujuh sinar merah sudah muncul di belakang punggung Shehree dan menghantamnya. Hantaman tujuh sinar merah itu melesatkan tubuh Shehree menghantam sebuah mini bus kosong. Bus itu turut terseret penyok menghantam pagar rumah sakit.

Shehree cepat bangkit dengan wajah mengerenyit. Heran, ular raksasa telah tidak ada. Kini Wind yang berdiri di atas gapura memandang Shehree.

Pertarungan dahsyat tidak normal itu membuat warga sekitar panik dan berlarian. Kemacetan terjadi di jalan raya depan rumah sakit.

Wind melompat seperti orang hendak menggapai jangkauan terjauh. Gerakan itu jelas sasaran empuk bagi Shehree. Gadis biru itu segera melesat menyambut tubuh Wind di udara dengan tendangan keras. Namun, Shehree harus terkejut, tendangannya hanya menabrak bayang-bayang yang buyar dan hilang.

Bruzz! Brakr!

Kembali, tahu-tahu tujuh sinar merah beruntun sudah muncul di samping Shehree dan menghantam tubuh mungilnya. Tubuh Shehree melesat deras menghantam sebuah sedan terdepan di kemacetan. Penyok dan memecahkan seluruh kaca, melukai orang-orang di dalamnya. (RH)



Berlanjut: Rahasia Harzai Wind (26)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar