Rahasia Harzai Wind (26)






Tahun 2017

Bab Sebelumnya:




Di dalam rumah sakit, Hilwa Fadia telah menemukan kamar nomor 206. Pintu kamar langsung dibukanya. Refleks seorang lelaki yang sedang menunggu, memandang wanita cantik itu. Lelaki itu tidak lain adalah Pak Toyib, sopir taksi yang membantu Lidya dan Afrizal. Ia sedang menunggu kedatangan Afrizal.

“Bibi!” panggil satu suara lemah dari seorang wanita di ranjang pasien. Wanita itu tidak lain adalah Lidya, keponakan kesayangan Hilwa. Wajah cantiknya tampak berhias memar yang cukup parah.

“Lidya!” sebut Hilwa panik langsung menghambur ke tepi ranjang.

Dengan lemah, Lidya berusaha bangun dan memeluk bibi tersayang. Tangisnya pecah, ia benar-benar menangis. Kali ini, Lidya ingin menumpahkan semua derita hatinya dengan air mata kepada orang yang selama ini menyayanginya. Erat sekali Lidya memeluk. Tangan Hilwa membelai rambut keponakannya. Tak terasa akhirnya air mata gadis matang itu tercurah pula. Dendam dan iba teracik satu di dalam perasaan Hilwa.

Pak Toyib yang menyaksikan jadi turut larut pula dalam kesedihan itu.

“Saya tidak jadi punya anak, Bi,” ucap Lidya.

Terkejut Hilwa mendengar itu. Ia lepaskan pelukan anak kakaknya tersebut. Tajam tatapan berairnya dan berubah dingin wajah cantik itu.

“Saya minta maaf, Bi. Saya tidak bisa berterus terang kepada Bibi. Saya sudah terlalu mengecewakan Bibi. Saya minta maaf, Bi, saya minta maaf!” ucap Lidya meratap.

“Siapa yang bertanggung jawab?” tanya Hilwa setelah menyeka air matanya.

“Alvin. Tapi, Bi ... dia telah membunuh bayi saya,” kata Lidya menangis.

Namun, Hilwa tersenyum paksa membelai kepala keponakannya. Ia mencoba meringankan perasaan Lidya. Padahal, amarahnya telah menelan semua kesedihannya akan Lidya. Ia tidak marah kepada Lidya, tapi marah kepada orang yang telah mengorbankan Lidya demi nafsunya.

“Kamu harus banyak beristirahat,” kata Hilwa sambil menuntun tubuh Lidya untuk kembali berbaring. “Lalu di mana anak itu?”

“Kata Pak Toyib, Alvin adalah bos narkoba di gudang, tapi sudah ditimpa mobil yang dilempar oleh orang yang menolong saya, Bi,” ujar Lidya.

Hilwa memandang Pak Toyib yang mengangguk membenarkan. Hilwa merasa heran dengan adanya orang yang bisa melempar mobil.

“Siapa yang bisa melempar mobil?” tanya Hilwa curiga.

“Anak muda yang bisa berubah wujud, namanya Afrizal,” jawab Toyib.

“Lalu Bapak siapa?” tanya Hilwa.

“Pak Toyib, sopir taksi yang membawa saya ke rumah sakit, Bi,” jawab Lidya.

“Ya sudah, berbaringlah dan istirahatlah, yang penting kondisimu sudah aman. Senang melihatmu selamat. Bibi tinggal sebentar, ada yang harus Bibi selesaikan di luar,” kata Hilwa.

“Iya, Bi.”

“Terima kasih, Pak. Nanti semua biayanya saya ganti. Jika Bapak ada keperluan lain, Bapak tinggalkan saja nomor hp dan alamat Bapak kepada Lidya,” kata Hilwa kepada Toyib.

“Iya, tapi saya sedang menunggu Nak Afrizal,” kata Toyib.

“Baik,” kata Hilwa lalu melangkah pergi ke pintu.

Di luar kamar, di koridor yang sepi, Hilwa Fadia malih rupa menjadi Haxi. Selanjutnya ia melesat terbang sepanjang koridor, mengejutkan orang yang baru muncul di tempat itu. Haxi langsung keluar dengan cara menjebol jendela kaca.

Masyarakat umum yang menonton pertarungan Shehree dan Wind dalam ketidakpercayaan, semakin terkejut dengan munculnya Haxi terbang di udara.

Haxi melihat Shehree menyerang tempat-tempat kosong, padahal Wind berdiri tidak jauh darinya. Lalu dengan mudahnya Wind melepaskan tujuh sinar beruntun dan menghantam tubuh Shehree. Seolah-olah Shehree tidak melihat keberadaan Wind yang melepaskan serangan. Shehree baru terkejut setelah sinar Energi Tempur Wind sudah dekat menghantam. Shehree terpental keras menghantam trotoas hingga tatanan batu bata itu rusak, sementara tubuh Shehree tidak mengalami lecet sedikit pun.

“Apa yang terjadi dengan Panglima Perangku?” tanya Haxi yang berdiri di atas sebuah truk yang di depan kemacetan. “Dia adalah Harzai dari Dinasti Jongga, bertarung dengan sihir.”

“Pantas!” desis Shehree geram. (RH)


Berlanjut: Kehebatan Shehree (27)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar